Minggu lalu ribuan tentara singgah di Kampusku. Maklum ada
acara ultah TNI ke 69. Siang malam puluhan TNI berpatroli baik di sekitar atau
pun di luar kampus. Nyaman rasanya. Aman suasananya. Ibarat, kita seperti hidup
dalam sebuah rumah megeh dengan beberapa satpam yang benar-benar bekerja
sesesuai porsinya. Apalagi saat para tentara berkeliaran memantau di area
Kamal, Socah dan Labang.
Namun sayang, setelah tanggal 7 Oktober para tentara pun
pergi. Karena acara peringatan HUT telah usai. Dan suasana sekitar kampus
kembali seperti ke awal lagi. Penuh desas-desus ketidak amanan. Mulai
pembegalan motor mahasiswa, dosen, masyarakat sipil, kembali menjarah lagi.
Seperti yang telah lalu, bila ada pembegalan, tak seorang pun pelaku
pembegalanan dapat ditangkap. Walau sebenarnya kemarin di Socah pernah ada
pembegalan bermotor yang di lumpuhkan oleh pluru polisi. Tapi itu pun setahun
sekali rasanya.
Keresahan jelas kembali menyelubungi para pendatang civitas
akademika kampusku. Terutama para pendatang dari luar Bangkalan. Mengingat
sasaran operasi para begal selama ini adalah mahasiswa dan dosen dari kampusku.
Rasanya susah tinggal sebagai pendatang disini. Lantaran
kenyamanan kurang dapat terjamin. Sangat mungkin saat siang, pagi, malam atau
pun dini hari. Ketika bepergian dengan motor atau mobil. Puluhan manusia
bersenjata tajam dapat menjadi ancaman riil kita sewaktu-waktu. Dalam beberapa
observasi dan diskusi mahasiswa, kejahatan semacam ini terjadi minimal sebulan
sekali. Ini baru pembegalanannya, belum termasuk kasus pencurian dan perampokan
yang menyambangai kontrakan yang terkadang menimbulkan korban jiwa secara
fatal. Baik secara fisik atau menghilangnya nyawa dari tubuh korban.
Sebenarnya, kami sempat bangga. Lantaran beberpa minggu ini
polisi mulai bertugas secara aktif dalam berpatroli. Pasalnya, patroli yang
digalakkan itu terprogram setelah aktivis HMI dan PMII menggelar aksi damai di
polres Bangkalan untuk mengawal keamaanan di daerah kampus. Dan bukan ke polsek
Kamal.
Secara hitung-hitungan ekonomi. Seolah, adanya UTM, tentu
menjadi lumbung padi kejahatan para blater
(preman) di sekitar Bangkalan. Kejadian semacam ini telah berlangsung sejak
beberpa tahun silam.
Lalu, bagaimana pendapat anda bila wacana semacam ini terus
subur berkembang dihadapan anda? Dan anda sendiri berada di dalam lingkupnya
wacana ini? Jelas anda memiliki jawaban yang bervariatif. Seperti pengakuan
beberpa teman saya. Mereka mengaku takut untuk melakukan pengawalan hukum
apalagi menjadi pahlawan kesiangan saat melihat pembegalanan. Alasannya, “salah-salah kami yang mati mas, sebab jelas.
Kalau ndak di incar sekarang ya nanti pas saya lengah. Kamikan takut mas,” ucap beberapa mahasiswa yang pernah kami tanya.
Dalam pandangan sosial-ekonomi, problematika semacam ini
dapat dibilang mampu enghambat perkembangan perekonomian di wilayah Bangkalan
dan sekitarnya. Jelas. Mana mungkin ada investor, wisatawan, pelajar, pekerja
yang mau mengembangkan sayapnya di Bangkalan bila hal semacam ini masih
terjadi, nantinya.
Kedepan, ada beberapa langkah yang dapat kita lakukan. Pertama, wacana seperti ini perlu kita
sadari bersama bahwa wacana semacam ini begitu merugikan batin serta akal kita.
Sudah menjadi kewajiban kita semua, dari berbagai golongan akademisi kampus,
relawan keamanan, serta petugas keamanan. Untuk duduk bareng menentukan solusi
dan strategi yang efektif-efisien guna mengurangi kejahatan yang ada.
Kedua, pemungsian dan pendirian pos-pos
keamanan oleh polisi di sekitar lokasi rawan kejahatan.
Ketiga, dukungan dari lembaga pers. Artinya
baik lembaga pers bersifat non kampus atau pun kampus perlu mencoba mengekspos
tulisan, grafik, gambar, suara atau gambar dan suara mengenai kejahatan serta
kerawanan yang terjadi disekitarnya. Alasannya, minimal agar nantinya terdapat
koreksi keamanan oleh setiap golongan.
Hanya demi Madura. Mengabdi atas
keadilan. Semoga kedamaian menyelubungi para pendatang. Dan tetap mengedepankan
kearifan lokal Madura. Aminn…
0 komentar:
Posting Komentar
silahakan tambahakan komentar anda