Apakah
anda juga termasuk orang yang percaya akan gambaran tingkan kesejahteraan
masyarakat dapat di lihat dari GDBnya atau malah sebaliknya?
Dalam
bukunya Muhaimin Iqbal (2013:3), pada tahun 1966 pendapatan perkapita Indonesia
mencapai U$ 200. Tahun 1997 mencapai U$ 900. Sedangkan pada tahun 2012 memuncak
menjadi U$ 3.250. Sebuah angka fantastis bukan ! Lalu bagaimana dengan
kesejahteraan ekonomi masyarakat Indonesia secara perorangan?
Tatapi
keadaan diatas akan berbanding terbalik jika anda mempu mengaitkannya dengan instrument
perekonomian yang ada. Seperti kemampuan daya beli masyarakat, kebutuhan
konsumsi, pendapatan perkapita riil dalam satuan per wilayah, angka UMR, jumlah
angka kesempatan kerja (lowongan pekerjaan), dan harga barang dan jasa dipasaran,
serta angka bunga pinjaman. Beberapa instrument makro inilah yang akan kita
kaji jika kita ingin mengetahui kesejahteraan masyarakat.
Setelah
anda mengetahui jawaban pertanyaan pada paragraph ke 3. Tinggal anda kaitkan
saja dengan instrument yang sama. Namun dari negara adi kuasa yang mana kurs
dollarnya dijakan tolok ukur standar kesejahtaraan negara Indonesia.
Gambaran
lain, di sana, sekali gaji bulanan dapat digunakan memborong barang dan jasa di
Indonsia. Tetapi sekali gaji bulanan Indonesia tak mampu digunakan memborong
barang dan jasa di sana. Jadi, secara nominal Indonesia memang naik GDBnya. Namun
secara kurs dan kenaikan GDB Indonesia telah kalah talak pastinya. Apalagi kurs
Indonesia seringkali berbanding 9.000-12.000 per satu dollarnya.
Disamping
itu, transaksi-transaksi ekonomi yang selama ini dilakukan Indonesia baik di
dalam negeri atau pun luar negeri selalu berstandar pada uang dollar bukan rupiah.
Itulah salah satu sebab yang melejitkan kurs dollar di banding rupiah. Jikalau perbandingan
kurs dan beberapa instrumen perekonomian Indonesia dan negara adi kuasa telah
memiliki kesenjangan yang cukup mencolok selama kurang lebih seumur angka
kemerdekaan Indonesia. Lalu kenapa sampai saat ini Indonesia masih bertahan
untuk berkiblat dan menstandarkan dirinya dengan mereka. Bukankah lebih baik Indonesia
menjadi negara mandiri. Negara mandiri yang secara awal harus siap di embargo
oleh negara tetangganya. Tapi pada akhirnya selama 30 tahun kedepan Indonesia dapat
menciptakan pasar ekonomi dunia. Seperti halnya negara China pada saat ini.
Jadi,
apakah anda masih percaya akan gambaran tingkan kesejahteraan masyarakat dapat
di lihat dari GDBnya. Padahal di pedalaman Pepua, Kalimantan, Sumatra,
Sulawesi, Jawa dan ribuan juta jiwa pada ribuan kepualauan Indonesia berada
pada taraf hidup miskin. Anka kemiskinan yang tak sebanding dengan kekayaan
alam yang di keruk negara tetangganya. Sepersekian persen saja masyarakat Indonesia
dapat menikmatinya. Dan GDB selama ini di hitung dengan cara suvey acak serta
pendataan manual yang berdasarkan sample. Pada akhirnya, data pertumbuhan
perekonomian yang tak meratalah yang dijadikan patokan standar GDB.
Hebat info nya mampir ke blog junaidi juni http://celengandollar15.blogspot.com tips dollar dan rupiah makasih gan
BalasHapusOke gan semoga bermanfaat gan...
BalasHapus