Otak
ini serasa semakin dekat dengan tanah rasanya. Bukan karena sedang sujud, tak
pula tidur atau baru saja kena hantaman kepalan lengan seorang blater. Tapi beratnya memkirkan
peperangan di negeri seberang yang berabad abad lamanya terjadi. Bahkan sampai
detik ini semakin memanas saja sebagai sebab beratnya otak ini.
Keheranan
pun datang saat membayangkan puluh ribu bangunan yang baru saja bangun lalu
tidur kembali, padang savanna yang berganti warna merah merona bak berganti
danau, yang paling menyedihkan ketika jiwa seekor kabing kerdil, pincang di
Indonesia ini, lebih berharga ketimbang jiwa manusia di sana. Selanjutnya, runtuhnya
bangun pemerintahan yang diimbangi runtuhnya perekonomian. Ya, kecuali
perekonomian importisasi senjata militerisme.
“Ya
kalau begitukan si pembuat senjata tidak rugi to. Apa yang mereka buat juga
ndak sia-sia. Cocoklah mumpung ada yang mau njajal.
Secara kesejahteraan ekonomi, anak istri serta keluarga si emportir senjata pun
akan amat mudah memenuhi kebutuhan wajib jasmani meraka tanpa ada kekurangan
sedikit pun,” ucap seorang mahasiswa Ekonomi Syariah. “Lengkap sudah sekenario
dunia ini untuk mengadakan konspirasi kecil-kecilan lalu menimbulkan peperangan
dek. Maka jagan heran bila besok setelah tahun 2020-an nanti usaha perakitan
senjata perang akan lebih meramai di kunjungi lembaran berangka ketimbang transaksi
fashion atau food,” sahut Pak Lurah yang tamatan SI Teknologi Informatika
Universitah Bangun Tidur.
Kedua
negara saling adu kesaktian. Tak tahulah aku apa yang diperebutkan. Adakah
prioritas kekuasaan, politik, kekayaan alam, pamor, harga diri, uji coba
senjata calon perang dunia ke tiga, sekedar memenuhi ramalan kitab Tuhan atau
malah mengejar eksistensi belaka. Atau malah mereka itu adalah tikus risetnya
kelompok tertentu. Tampak abu-abu rasanya bagiku. Apalagi setelah pemberitaan
dari berbagai stasiun TV dan surat kabar mewarnai kajian tentang peperangan
tersebut. Asal muasalnya bagaimana? Siapakah yang sebenarnya sombong dan belum
dewasa dalam hal ini? Kenapa peperangan seperti ini dibiarkan oleh banyak
negara? Dan siapa yang salah serta bertanggung jawab? “Setiap negara di Dunia
to yang salah. Tepi tepatnya PBB. Sebab ujung tombak persatuan organisasi antar
negara yang begitu menjunjung tinggi perdamaiaan antar negara adalah PBB. Bukan
pajak bumi bangunan bro. Melainkan Persatuan Bangsa-Bangsa. Katanya sebuah
organisasi yang mempunyai kemashuran nama dan kekuatannya sampai detik ini
tahun ini. Tapi ndak tahu kenapa mereka cuma jadi supporter saja. Sukanya
konvrensi sana-sani namun peperangan yang hanya segelintir negara saja mereka
susah menyelesaikan. Ndak hanya Israel dan Palestina. Dulu-dulu kasus perang Iran, Irak, Afganistan,
Somalia, Nepal, Kongo, India, China, Kamboja, Kuba dll. Lalu apakah PBB ini masih berfingsi pada hakikatnya.
Nek
boleh usul saran, mbok yo cepat-cepatlah diturunkan pasukan perdamaian dengan
kelengkapan militer dari berbagai negera peserta PBB. Ndak hanya diturunkan.
Namun mereka harus mampu memimpin usaha perdamaian kedua belah pihak digaris
depan. Kalau sudah diturunkan masih saja perang ya di bantai saja kekuatan
militerisme kedua negara. Lha masak perang yang sudah seumur 2 kali umur kakek
ku ini tetap saja dibiarkan. Lalu apa gunanya PBB itu. Tempat cangkrukankah, ngopikah atau wahana wisata pembidikan kekayaan alam di seluruh
dunia.” Singgung Mat Petir si pemilik warung. “Paling-paling PBB itu ya
tempatnya merundikan lokasi-lokasi perang dan target jual beli senjata. Lantas
setelah ini negara mana lagi ya yang akan di adu domba lagi…. Mboh-mboh aneh, kita hanya orang kecil
yang Cuma bisa rasan-rasan…!”
“Haahahahahaha”
Warkop Sido Rame pun bergetar ramai.
Kini
berbagai kalangan telah terhipnotis suasana belaskasihan dan belasungkawa.
Gara-gara permainan media. Tak tahu kenapa kok pada mempublikasi perang
akhir-akhir ini. Kan ndak baik to, kalau jamannya pak Harto masih hidup. Ndak
bakalan ada tampilan kekejaman-kekejaman yang disajikan ke publik. Nek bisa
orang-orang jahat itu ya di culik saja biar ndak membuat onar. Ya begitulah
gayanya pemimpin kita. Kalau negara lain membuat masalah ya Di ganyang saja,
katanya Pak Karno.
“Tapi
nek di negara kita ini orang pro Palestina itu kenapa ya? Apa gara-gara jiwa
kemanusiaan ? Jiwa yang terpanggil ketika melihat mayat-mayat remaja, orang tua
renta garing terbakar badannya, terbelah tubuhnya. Jikalau hidup cacatlah
oragan tubuhnya.” Kata pak lurah. “Yo ndak to ! Nek di pikir-pikir TV, Radio,
Koran dan Internet di negara kita kan digerakkan karena agama dek. Pro Islam Jarena. Kan nek Palestina roto-roto
muslim to.” “Terus Israel panggone wong Kristen ngono to maksudmu. Halah itukan
jek roto-roto. Bisa juga kan di Israel atau Palestina, kedua agama terdapat di
sana dan di peluk oleh para korban perang. Atau bisa jadi mereka ikut berjuang
dari jalur Milliter, Dioplomasi dan Birokrasi di kedua belah pihak.
“Hahahahah,
aneh-aneh ae Mat Petir ini.” Jadi pak lurah, terasa aneh to, nek sampean
melihat keadaan saat ini di negeri ini. Berbagai golongan berbondong-bondong nyetel video kekejaman Isrel, Israel pak
lurah. Demo ngalor ngidol, ngomong ra karo-karoan, mbahas elek’e Israel. Aku sih mungkin,
tapi masih mungkin. Mungkin yang ndak tahu berapa peresentasenya. Kemungkinan
yang pro Palestina juga. Tapi aku ndak ngerti sejarahe pie pak lurah. Mulane aku ndak mau terlihat mencolok pro sana-sini.
Apa lagi nek bilang pro tapi dikaitkan sama agama. Kan yo aneh to pak lurah nek
perang atas nama agama. Soale ini sudah bukan jamannya para nabi, atau masa
manusia pra sejarah. Jelas-jelas seng perang kan negara Israel-Palestina bukan
Agama lho pak lurah.
“Mat
Petir iki aneh yo ternyata. Tapi nek tak bayangne omonganmu enek benere kok Mat.
Kalau perang di sana atas nama agama. Kenapa masyarakat Kristen, Kong Huchu,
Hindu, Buddha lan Islam lho podo nyumbang dana untuk para korban di palestina.
Ya meski dengan cara diam diam. Dan tak perlu nongol lewat TV, Radio, Koran
atau media komunikasi lainya.”
Wah-wah
kelau begini kita harus bagaimana. Asem
tenan. Semua membingungkun.
Ya
jadilah dirimu sendiri. Ndak perlu bingung. Lalu ingin membantu yo membantu,
tapi jangan atas nama agama. Bolehlah atas nama Tuhan kita masing-masing tapi
jangan atas nama agama. “lha apa bedanya Tir,” tanya heran mahasiswa.
“Kalau
atas nama agama cenderung berlandaskan egoitas pemikiran penganut agama
masing-masing. Soale agama dikonversikan sama pemikirannya sendiri. Jal pie polae? Dan malah-malah bisa
semakin memanas nek diatas namakan agama. Soale orang non muslim ya bisa
tersinggung to. Lalu bisa pula timbul perang-perang baru nantinya. Lha kalau
atas nama Tuhan, tentu landasannya adalah bagaimana caranya memandang jiwa
setiap manusia dengan azaz solidaritas, sosialitas, kemanusiaan serta bagaimana
caranya menghargai seluruh ciptaan Tuhan di Dunia ini.”
“Aneh maneh Mat Petir iki…”
Tiba-tiba
saja ada yang membentak dari luar. Kasar tanpa perduli pesakitan rohani dan
pimikiran manusia yang tadi rami berbincang.“Kalian semua ini bicara apa ! Kita
berjuang dan membantu orang Palestina adalah kewajiban. Inilah suara Tuhan.
Suara yang dilewatkan melalui jeritan hamba Tuhan. Mari perangi kebiadaban
orang-orang Nasrani Israel. Nek agamamu sama denganku, apakah rela engkau ini jika
saudara-saudara kita di bumi hanguskan di sana. Jangan bicara yang ndak-ndak.
Palestinya ya Palestina. Jika suatu saat nanti Palestina ini sampai direbut
Israel bisa kiamat dunia ini. Apa ndak ingat ramalannya Tuhan to kalian ini.”
Kami
semua tersentak mendadak. “Kenapa harus ada petir di siang bolong seperti ini.
Opo ndak ngerti to orang itu kalau Palestina selama ini sudah direbut Israel.
Tapi nyatanya belum juga ada kiamat. Sundel
orang itu. Mikirnya hanya pembenaran agamanya sendiri. Apa maunya orang itu.
Apa mereka orang itu ndak ndengerin kita ngomong sejak awal.
mantebbb
BalasHapus