Selasa, 22 Juli 2014

NGOMONG PALESTINA OPO ISRAEL

       Otak ini serasa semakin dekat dengan tanah rasanya. Bukan karena sedang sujud, tak pula tidur atau baru saja kena hantaman kepalan lengan seorang blater. Tapi beratnya memkirkan peperangan di negeri seberang yang berabad abad lamanya terjadi. Bahkan sampai detik ini semakin memanas saja sebagai sebab beratnya otak ini.
       Keheranan pun datang saat membayangkan puluh ribu bangunan yang baru saja bangun lalu tidur kembali, padang savanna yang berganti warna merah merona bak berganti danau, yang paling menyedihkan ketika jiwa seekor kabing kerdil, pincang di Indonesia ini, lebih berharga ketimbang jiwa manusia di sana. Selanjutnya, runtuhnya bangun pemerintahan yang diimbangi runtuhnya perekonomian. Ya, kecuali perekonomian importisasi senjata militerisme.
       “Ya kalau begitukan si pembuat senjata tidak rugi to. Apa yang mereka buat juga ndak sia-sia. Cocoklah mumpung ada yang mau njajal. Secara kesejahteraan ekonomi, anak istri serta keluarga si emportir senjata pun akan amat mudah memenuhi kebutuhan wajib jasmani meraka tanpa ada kekurangan sedikit pun,” ucap seorang mahasiswa Ekonomi Syariah. “Lengkap sudah sekenario dunia ini untuk mengadakan konspirasi kecil-kecilan lalu menimbulkan peperangan dek. Maka jagan heran bila besok setelah tahun 2020-an nanti usaha perakitan senjata perang akan lebih meramai di kunjungi lembaran berangka ketimbang transaksi fashion atau food,” sahut Pak Lurah yang tamatan SI Teknologi Informatika Universitah Bangun Tidur.
       Kedua negara saling adu kesaktian. Tak tahulah aku apa yang diperebutkan. Adakah prioritas kekuasaan, politik, kekayaan alam, pamor, harga diri, uji coba senjata calon perang dunia ke tiga, sekedar memenuhi ramalan kitab Tuhan atau malah mengejar eksistensi belaka. Atau malah mereka itu adalah tikus risetnya kelompok tertentu. Tampak abu-abu rasanya bagiku. Apalagi setelah pemberitaan dari berbagai stasiun TV dan surat kabar mewarnai kajian tentang peperangan tersebut. Asal muasalnya bagaimana? Siapakah yang sebenarnya sombong dan belum dewasa dalam hal ini? Kenapa peperangan seperti ini dibiarkan oleh banyak negara? Dan siapa yang salah serta bertanggung jawab? “Setiap negara di Dunia to yang salah. Tepi tepatnya PBB. Sebab ujung tombak persatuan organisasi antar negara yang begitu menjunjung tinggi perdamaiaan antar negara adalah PBB. Bukan pajak bumi bangunan bro. Melainkan Persatuan Bangsa-Bangsa. Katanya sebuah organisasi yang mempunyai kemashuran nama dan kekuatannya sampai detik ini tahun ini. Tapi ndak tahu kenapa mereka cuma jadi supporter saja. Sukanya konvrensi sana-sani namun peperangan yang hanya segelintir negara saja mereka susah menyelesaikan. Ndak hanya Israel dan Palestina.  Dulu-dulu kasus perang Iran, Irak, Afganistan, Somalia, Nepal, Kongo, India, China, Kamboja, Kuba dll. Lalu apakah PBB ini masih berfingsi pada hakikatnya.
       Nek boleh usul saran, mbok yo cepat-cepatlah diturunkan pasukan perdamaian dengan kelengkapan militer dari berbagai negera peserta PBB. Ndak hanya diturunkan. Namun mereka harus mampu memimpin usaha perdamaian kedua belah pihak digaris depan. Kalau sudah diturunkan masih saja perang ya di bantai saja kekuatan militerisme kedua negara. Lha masak perang yang sudah seumur 2 kali umur kakek ku ini tetap saja dibiarkan. Lalu apa gunanya PBB itu. Tempat cangkrukankah, ngopikah atau wahana wisata pembidikan kekayaan alam di seluruh dunia.” Singgung Mat Petir si pemilik warung. “Paling-paling PBB itu ya tempatnya merundikan lokasi-lokasi perang dan target jual beli senjata. Lantas setelah ini negara mana lagi ya yang akan di adu domba lagi…. Mboh-mboh aneh, kita hanya orang kecil yang Cuma bisa rasan-rasan…!”
       “Haahahahahaha” Warkop Sido Rame pun bergetar ramai.
       Kini berbagai kalangan telah terhipnotis suasana belaskasihan dan belasungkawa. Gara-gara permainan media. Tak tahu kenapa kok pada mempublikasi perang akhir-akhir ini. Kan ndak baik to, kalau jamannya pak Harto masih hidup. Ndak bakalan ada tampilan kekejaman-kekejaman yang disajikan ke publik. Nek bisa orang-orang jahat itu ya di culik saja biar ndak membuat onar. Ya begitulah gayanya pemimpin kita. Kalau negara lain membuat masalah ya Di ganyang saja, katanya Pak Karno.
       “Tapi nek di negara kita ini orang pro Palestina itu kenapa ya? Apa gara-gara jiwa kemanusiaan ? Jiwa yang terpanggil ketika melihat mayat-mayat remaja, orang tua renta garing terbakar badannya, terbelah tubuhnya. Jikalau hidup cacatlah oragan tubuhnya.” Kata pak lurah. “Yo ndak to ! Nek di pikir-pikir TV, Radio, Koran dan Internet di negara kita kan digerakkan karena agama dek. Pro Islam Jarena. Kan nek Palestina roto-roto muslim to.” “Terus Israel panggone wong Kristen ngono to maksudmu. Halah itukan jek roto-roto. Bisa juga kan di Israel atau Palestina, kedua agama terdapat di sana dan di peluk oleh para korban perang. Atau bisa jadi mereka ikut berjuang dari jalur Milliter, Dioplomasi dan Birokrasi di kedua belah pihak.
       “Hahahahah, aneh-aneh ae Mat Petir ini.” Jadi pak lurah, terasa aneh to, nek sampean melihat keadaan saat ini di negeri ini. Berbagai golongan berbondong-bondong nyetel video kekejaman Isrel, Israel pak lurah. Demo ngalor ngidol, ngomong ra karo-karoan, mbahas elek’e Israel. Aku sih mungkin, tapi masih mungkin. Mungkin yang ndak tahu berapa peresentasenya. Kemungkinan yang pro Palestina juga. Tapi aku ndak ngerti sejarahe pie pak lurah. Mulane aku ndak mau terlihat mencolok pro sana-sini. Apa lagi nek bilang pro tapi dikaitkan sama agama. Kan yo aneh to pak lurah nek perang atas nama agama. Soale ini sudah bukan jamannya para nabi, atau masa manusia pra sejarah. Jelas-jelas seng perang kan negara Israel-Palestina bukan Agama lho pak lurah.
       “Mat Petir iki aneh yo ternyata. Tapi nek tak bayangne omonganmu enek benere kok Mat. Kalau perang di sana atas nama agama. Kenapa masyarakat Kristen, Kong Huchu, Hindu, Buddha lan Islam lho podo nyumbang dana untuk para korban di palestina. Ya meski dengan cara diam diam. Dan tak perlu nongol lewat TV, Radio, Koran atau media komunikasi lainya.”
       Wah-wah kelau begini kita harus bagaimana. Asem tenan. Semua membingungkun.
       Ya jadilah dirimu sendiri. Ndak perlu bingung. Lalu ingin membantu yo membantu, tapi jangan atas nama agama. Bolehlah atas nama Tuhan kita masing-masing tapi jangan atas nama agama. “lha apa bedanya Tir,” tanya heran mahasiswa.
       “Kalau atas nama agama cenderung berlandaskan egoitas pemikiran penganut agama masing-masing. Soale agama dikonversikan sama pemikirannya sendiri. Jal pie polae? Dan malah-malah bisa semakin memanas nek diatas namakan agama. Soale orang non muslim ya bisa tersinggung to. Lalu bisa pula timbul perang-perang baru nantinya. Lha kalau atas nama Tuhan, tentu landasannya adalah bagaimana caranya memandang jiwa setiap manusia dengan azaz solidaritas,  sosialitas, kemanusiaan serta bagaimana caranya menghargai seluruh ciptaan Tuhan di Dunia ini.”
       “Aneh maneh Mat Petir iki…”
       Tiba-tiba saja ada yang membentak dari luar. Kasar tanpa perduli pesakitan rohani dan pimikiran manusia yang tadi rami berbincang.“Kalian semua ini bicara apa ! Kita berjuang dan membantu orang Palestina adalah kewajiban. Inilah suara Tuhan. Suara yang dilewatkan melalui jeritan hamba Tuhan. Mari perangi kebiadaban orang-orang Nasrani Israel. Nek agamamu sama denganku, apakah rela engkau ini jika saudara-saudara kita di bumi hanguskan di sana. Jangan bicara yang ndak-ndak. Palestinya ya Palestina. Jika suatu saat nanti Palestina ini sampai direbut Israel bisa kiamat dunia ini. Apa ndak ingat ramalannya Tuhan to kalian ini.”
       Kami semua tersentak mendadak. “Kenapa harus ada petir di siang bolong seperti ini. Opo ndak ngerti to orang itu kalau Palestina selama ini sudah direbut Israel. Tapi nyatanya belum juga ada kiamat. Sundel orang itu. Mikirnya hanya pembenaran agamanya sendiri. Apa maunya orang itu. Apa mereka orang itu ndak ndengerin kita ngomong sejak awal.           

1 komentar:

silahakan tambahakan komentar anda