Jumat, 03 Oktober 2014

MEMAHAMI KUALITAS Pembangunan

  
   Setelah usai menggarap gedung RKB E dan F, Rektorat, Asrama dan Cakra. Kini, UTM mulai memfokuskan pada pengadaan taman kampus. Taman tersebut berada di pusat kampus. Yang sebelah timurnya berbatasan dengan gedung Cakra; selatan, dengan gedung Ruang Kuliah Bersama (RKB) A, B dan D; barat, dengan gedung pusat (Rektorat baru); dan utara, dengan fakulatas Tehnik dan RKB C.
       Rasanya lebih mempercantik pandangan. Dan master plan kampus, semakin lengkap wujudnya.
       Sudah hampir dua bulan setengah proses penggarapan tersebut berlangsung. Mulai dari pengalihan kinerja ke pemborong, mendatangkan penggarap (kuli bangunan), pemenuhan stock kasar pembangunan, penggurukan-perataan tanah, penggalian pondasi taman dan banyak lagi.

       Kedepan tentu kampus kita akan semakin Asri dengan adanya taman. Sangat mungkin, suatu hari nanti taman yang sedang digarap memberikan nuansa positif bagi kalangan civitas akademika. Dapat dibayangkan, bila taman tersebut memiliki gazebo, aula pertemuan terbuka, area bermain, taman baca, free wifi, savanna mini, hutan muni, dan air mancur atau sebaginya. Nyaman rasanya bila taman tersebut di desain dengan model sedemikian rupa, sesuai kebutuhan mahasiswa dan kariyawan serta pengunjung. Apalagi bila berbagai bunga dapat menghijau disetiap pandangan mata. Rasanya waaww.
     Tentu kita semua bangga dengan pembangunan ini, dan dapat memberikan nilai tambah bagi kampus kita. Tapi ada beberapa catatan yang perlu kita semua perhatikan. Masalah kualitas pembangunan !
     Kita dapat melihat berbagai gedung yang berdiri disekitar kita begitu cantik mukanya. Tapi berbicara kualitas tentu bukan jaminan. Karena ada kalanya buah dengan kulit halus dan cantik tapi dalamnya 180 % berbeda dengan luarnya.
    Kemarin lalu, kualitas pembangunan kampus ini sempat menjadi tranding topic. Sebab pembangunan yang sudah sesuai standar bangunan ternyata kurang meyakinkan. Seperti runtuhnya atap bangunan akibat hantaman angin lebat bebarengan dengan hujan, Wc yang tak berumur lebih dari 2,5 tahun, beberapa tembok yang ternyata retak, pintu yang mulai robek tripleknya-lepas pegangannya dan banyak lagi.
      Apakah kita ingin melihat pengadaan taman kita secara sempurna? Maka dari itu kita semua perlu memiliki strategi khusus dalam hal ini. Pertama, perlunya pemantapan anggran yang sesuai kualitas yang dibutuhkan. Jangan sampai kita menginginkan bangunan yang maksimal namun biaya yang disediakan minimal. Konyol rasanya jika kita ingin mempunyai kualitas yang baik bilanggaran minimalis. Dan tentunya bangunan  asal-asalan yang ditemui. Bila masih minimalistis, bahayanya dapat membayakan penggunanya.
    Kedua, pemantauan pihak berwenang. Pihak lapangan yang diamanahi oleh kampus dalam mengawasi pembangunan harus menikatkan pengawasannya untuk lebih ketat lagi. Sebisa mungkin praktik minimalistis anggran yang sebenarnya telah maksimalis harus dapat dihapuskan. Karena praktik semacam ini sudah menjadi hal umum di luaran sana. Dan kita, pastinya tak ingin hal semacam ini merangkul wajah kampus kita.
     Ketiga, hak prerogative Retor. Maksudnya, dalam hal ini, rektorlah yang memiliki wewenang prerogatif di kampus kita. Tentu rektor perlu melakukan pengawasan dan pememantauan secara langsung dalam pembangunan yang dilaksanakan. Bukan sekali atau dua kali dalam praktiknya atau menunggu hasil laporan dari pihak lapangan saja. Alasannya, agar rektor dapat mengetahui berbagai kendala lapangan yang selama ini dirasakan, baik dari kalangan kontraktor, kuli bangunan atau kalangan lainnya. Selanjutnya, apabila ada miss komunikasi dengan berbagai kalangan, rektor pun dapat memposisikan dirinya dalam menjawab berbagai miss komunikasi yang dikasuskan.
      Ketiga, peningkatan keatifan mahasiswa. Terjadinya demonstrasi masalah pembangunan di kampus kita cenderung kadaluarsa. Kenapa tidak, dari hasil diskusi yang saya dapatkan. Beberapa kalangan yang pernah berbicara ini dan itu tentang kualitas bangunan ternyata tak benar-benar mengawal secara aktif dan serius proses pembangunan yang terjadi. Tahunya, beberapa dari kalangan yang ada memilih berdemo ketika terdapat kekurang tepatan paska pembangunan. Maka dari itu mahasiswa harus sejak dini mencari berbagai informasi tentang pembangunan yang ada. Dengan begitu mahasiswa menjadi agent of social cotrol dalam ranah kampus.
     Keempat, penyediaan wadah transparansi. Untuk melengkapi tiga alasan diatas, agar lebih terbuka untuk mewujudkan kampus yang lebih bijaksana dan bermartabat. Entah melalui lembaga Humas atau pun khusus. Hal semacam ini tentu perlu digagas dengan harapan pemberian nilai transparansi informasi pada berbagai kalangan. Kebijakan ini tentunya dapat meminimalisir miss komunikasi, nantinya.
    Pembangunan memang menjadi kewajiban. Peruahan dan perubahan tentu perlu diciptakan. Ke empat wacana diatas mungkin dapat menjadi alternative guna mengurangi miss komunikasi. Agar masalah kualitas bangunan lebih dapat dikontrol dalam realisasinya. Demi kampus UTM, semoga kita lebih jaya.

0 komentar:

Posting Komentar

silahakan tambahakan komentar anda