Setelah usai menggarap gedung RKB E dan F, Rektorat, Asrama dan Cakra. Kini, UTM mulai memfokuskan pada pengadaan taman kampus. Taman tersebut berada di pusat kampus. Yang sebelah timurnya berbatasan dengan gedung Cakra; selatan, dengan gedung Ruang Kuliah Bersama (RKB) A, B dan D; barat, dengan gedung pusat (Rektorat baru); dan utara, dengan fakulatas Tehnik dan RKB C.
Rasanya lebih mempercantik
pandangan. Dan master plan kampus,
semakin lengkap wujudnya.
Sudah hampir dua bulan setengah
proses penggarapan tersebut berlangsung. Mulai dari pengalihan kinerja ke
pemborong, mendatangkan penggarap
(kuli bangunan), pemenuhan stock kasar pembangunan, penggurukan-perataan tanah, penggalian pondasi taman dan banyak
lagi.
Kedepan tentu kampus kita akan
semakin Asri dengan adanya taman. Sangat mungkin, suatu hari nanti taman yang
sedang digarap memberikan nuansa positif bagi kalangan civitas akademika. Dapat
dibayangkan, bila taman tersebut memiliki gazebo,
aula pertemuan terbuka, area bermain, taman baca, free wifi, savanna mini, hutan muni, dan air mancur atau sebaginya.
Nyaman rasanya bila taman tersebut di desain dengan model sedemikian rupa,
sesuai kebutuhan mahasiswa dan kariyawan serta pengunjung. Apalagi bila
berbagai bunga dapat menghijau disetiap pandangan mata. Rasanya waaww.
Tentu kita semua bangga dengan
pembangunan ini, dan dapat memberikan nilai tambah bagi kampus kita. Tapi ada
beberapa catatan yang perlu kita semua perhatikan. Masalah kualitas pembangunan !
Kita dapat melihat berbagai gedung
yang berdiri disekitar kita begitu cantik mukanya. Tapi berbicara kualitas
tentu bukan jaminan. Karena ada kalanya buah dengan kulit halus dan cantik tapi
dalamnya 180 % berbeda dengan luarnya.
Kemarin lalu, kualitas pembangunan
kampus ini sempat menjadi tranding topic.
Sebab pembangunan yang sudah sesuai standar bangunan ternyata kurang
meyakinkan. Seperti runtuhnya atap bangunan akibat hantaman angin lebat
bebarengan dengan hujan, Wc yang tak berumur lebih dari 2,5 tahun, beberapa
tembok yang ternyata retak, pintu yang mulai robek tripleknya-lepas pegangannya dan banyak lagi.
Apakah kita ingin melihat pengadaan
taman kita secara sempurna? Maka dari itu kita semua perlu memiliki strategi
khusus dalam hal ini. Pertama,
perlunya pemantapan anggran yang sesuai kualitas yang dibutuhkan. Jangan sampai
kita menginginkan bangunan yang maksimal
namun biaya yang disediakan minimal. Konyol rasanya jika kita ingin
mempunyai kualitas yang baik bilanggaran minimalis. Dan tentunya bangunan asal-asalan yang ditemui. Bila masih
minimalistis, bahayanya dapat membayakan penggunanya.
Kedua,
pemantauan pihak berwenang. Pihak lapangan yang diamanahi oleh kampus dalam
mengawasi pembangunan harus menikatkan pengawasannya untuk lebih ketat lagi.
Sebisa mungkin praktik minimalistis anggran yang sebenarnya telah maksimalis
harus dapat dihapuskan. Karena praktik semacam ini sudah menjadi hal umum di
luaran sana. Dan kita, pastinya tak ingin hal semacam ini merangkul wajah
kampus kita.
Ketiga,
hak prerogative Retor. Maksudnya, dalam hal ini, rektorlah yang memiliki
wewenang prerogatif di kampus kita. Tentu rektor perlu melakukan pengawasan dan
pememantauan secara langsung dalam pembangunan yang dilaksanakan. Bukan sekali
atau dua kali dalam praktiknya atau menunggu hasil laporan dari pihak lapangan
saja. Alasannya, agar rektor dapat mengetahui berbagai kendala lapangan yang
selama ini dirasakan, baik dari kalangan kontraktor, kuli bangunan atau kalangan
lainnya. Selanjutnya, apabila ada miss komunikasi dengan berbagai kalangan,
rektor pun dapat memposisikan dirinya dalam menjawab berbagai miss komunikasi
yang dikasuskan.
Ketiga,
peningkatan keatifan mahasiswa. Terjadinya demonstrasi masalah pembangunan di
kampus kita cenderung kadaluarsa. Kenapa tidak, dari hasil diskusi yang saya
dapatkan. Beberapa kalangan yang pernah berbicara ini dan itu tentang kualitas
bangunan ternyata tak benar-benar mengawal secara aktif dan serius proses
pembangunan yang terjadi. Tahunya, beberapa dari kalangan yang ada memilih
berdemo ketika terdapat kekurang tepatan paska pembangunan. Maka dari itu
mahasiswa harus sejak dini mencari berbagai informasi tentang pembangunan yang
ada. Dengan begitu mahasiswa menjadi agent
of social cotrol dalam ranah kampus.
Keempat,
penyediaan wadah transparansi. Untuk melengkapi tiga alasan diatas, agar lebih
terbuka untuk mewujudkan kampus yang lebih bijaksana dan bermartabat. Entah
melalui lembaga Humas atau pun khusus. Hal semacam ini tentu perlu digagas
dengan harapan pemberian nilai transparansi informasi pada berbagai kalangan.
Kebijakan ini tentunya dapat meminimalisir miss komunikasi, nantinya.
Pembangunan
memang menjadi kewajiban. Peruahan dan perubahan tentu perlu diciptakan. Ke
empat wacana diatas mungkin dapat menjadi alternative guna mengurangi miss
komunikasi. Agar masalah kualitas bangunan lebih dapat dikontrol dalam
realisasinya. Demi kampus UTM, semoga kita lebih jaya.
0 komentar:
Posting Komentar
silahakan tambahakan komentar anda