Hari-harinya dibangku kuliah
berjalan seperti biasa saja, datang-pulang kuliah dan tidur kerjaannya.
Tak perduli ada peristiwa apa di kampus, dia terlalu cuek. Jangankan
tentang kampus urusan jurusan pun mereka tak perduli.
Dari ujung kanan atau kiriku berderet sahabat se kelas serta adik
tingkat yang hidup nrimo ing pandum. Meski tikat semester lebih tinggi
namun tak ada beda pemikiran mereka dengan adik tingkatnya dan adik
tingkatnya hampir sama pula dengan pemikiran anak SMA. Yang terjadi bila
nilai ujian mereka dikebiri, hak mereka diconkel dilempar ke samudera
otoriterisme, prilaku yang dibenteng-bentengi syariah pendidikan, setiap
ucapan bibir yang ingin keluar dihujam sampai tak mampu berkicau.
Kaderisasi apetisme masalah sosial meruah rebah, doktrinasi eksistensi
kemenangan disetiap agenda perlombaan; mereka diam-meng iya kan. Entah
sungkan karena jurusan kita syaiah atau karena dosen-dosen itu
keilmuanya setara ustadz atau memang etika prodi tak membenarkan adanya
mahasiswa kritis untuk melawan system yang ada.
Mereka hanya menggunjing dibelakang tak berani berkoar kepermukaan
meskipun sakit rasa hatinya amat pekat. Selain itu, mukanya semakin
memuram dipenuhi kerutan hitam didahinya yang menebal seiring
bertambahnya semester.
Kesal, iya. Namun apa mau dikata, system-sistem yang ada telah
menjadikan pemikiran mereka konslet. Dan mereka tak mau serta tak
menerima penyadaran wacana ini. Makmurlah engkau nantinya, terkubur
dalam birokrasi uji coba.
Sebutannya mahasiswa, junjungannya Tri Fungsi Mahasiswa; agen of change
(agen perubaha), men of analysis (agen analisis), sosial control (agen
control sosial). Tinggi memang junjungan dasarnya. Tapi jika petuah tiga
ini tak sesuai dengan porsi embanannya bisa saja mereka disebut
mahasiswa mlempem, mahasiswa banci beraninya berkomentar sana-sini tak
pasti diposisinya atau mahasiswa penuntut eksistensi internal kampus.
Lebih baik diam sekalian jika tidak berani mengadakan perbedaan dan
jangan sok-sok an.
Namun aneh, terkadang mahasiswa syariah itu pandai berlomba-lomba
mengejar titel pahlawan kesiangan. Saat ada masalah mahasiswa seperti
ini suka menengok siapa saja yang mau dan dipaksa mau melihat aksinya.
Kerjaanya, mengurusi masalah sistem jurusan, akademik, mata kuliah,
perputaran keuangan kemahasiswaan atau jurusan, sponsorship dana,
pelanggaran etika siswa dan dosen, dan intimidasi nilai. Serasa pemangku
adat, masalah yang ditanganinya berjalan mulus dapat mudah
dikendalaikan. Tapi seringnya bukan beres tapi blas (alias gagal total).
Itulah kerjaan mahasiswa syariah.
Ambiguitas pemikiran sudah menjamur disini. Konsistensi pemikiran
tidak pernah aku lihat kecuali doktrinasi syariah pendidikan (pendidikan
yang disyariahkan). Semoga saja kejadiaan-kejadian seperti diatas tidak
menimpa pada jurusan yang lain. BANGKALAN, 6 APRIL 2013
0 komentar:
Posting Komentar
silahakan tambahakan komentar anda