Minggu, 06 April 2014

FENOMENA MAHASISWA SYARIAH

Hari-harinya dibangku kuliah berjalan seperti biasa saja, datang-pulang kuliah dan tidur kerjaannya. Tak perduli ada peristiwa apa di kampus, dia terlalu cuek. Jangankan tentang kampus urusan jurusan pun mereka tak perduli.

    Dari ujung kanan atau kiriku berderet sahabat se kelas serta adik tingkat yang hidup nrimo ing pandum. Meski tikat semester lebih tinggi namun tak ada beda pemikiran mereka dengan adik tingkatnya dan adik tingkatnya hampir sama pula dengan pemikiran anak SMA. Yang terjadi bila nilai ujian mereka dikebiri, hak mereka diconkel dilempar ke samudera otoriterisme, prilaku yang dibenteng-bentengi syariah pendidikan, setiap ucapan bibir yang ingin keluar dihujam sampai tak mampu berkicau. 

 
     Kaderisasi apetisme masalah sosial meruah rebah, doktrinasi eksistensi kemenangan disetiap agenda perlombaan; mereka diam-meng iya kan. Entah sungkan karena jurusan kita syaiah atau karena dosen-dosen itu keilmuanya setara ustadz atau memang etika prodi tak membenarkan adanya mahasiswa kritis untuk melawan system yang ada. Mereka hanya menggunjing dibelakang tak berani berkoar kepermukaan meskipun sakit rasa hatinya amat pekat. Selain itu, mukanya semakin memuram dipenuhi kerutan hitam didahinya yang menebal seiring bertambahnya semester.
   Kesal, iya. Namun apa mau dikata, system-sistem yang ada telah menjadikan pemikiran mereka konslet. Dan mereka tak mau serta tak menerima penyadaran wacana ini. Makmurlah engkau nantinya, terkubur dalam birokrasi uji coba. Sebutannya mahasiswa, junjungannya Tri Fungsi Mahasiswa; agen of change (agen perubaha), men of analysis (agen analisis), sosial control (agen control sosial). Tinggi memang junjungan dasarnya. Tapi jika petuah tiga ini tak sesuai dengan porsi embanannya bisa saja mereka disebut mahasiswa mlempem, mahasiswa banci beraninya berkomentar sana-sini tak pasti diposisinya atau mahasiswa penuntut eksistensi internal kampus.
    Lebih baik diam sekalian jika tidak berani mengadakan perbedaan dan jangan sok-sok an. Namun aneh, terkadang mahasiswa syariah itu pandai berlomba-lomba mengejar titel pahlawan kesiangan. Saat ada masalah mahasiswa seperti ini suka menengok siapa saja yang mau dan dipaksa mau melihat aksinya. Kerjaanya, mengurusi masalah sistem jurusan, akademik, mata kuliah, perputaran keuangan kemahasiswaan atau jurusan, sponsorship dana, pelanggaran etika siswa dan dosen, dan intimidasi nilai. Serasa pemangku adat, masalah yang ditanganinya berjalan mulus dapat mudah dikendalaikan. Tapi seringnya bukan beres tapi blas (alias gagal total). Itulah kerjaan mahasiswa syariah.
    Ambiguitas pemikiran sudah menjamur disini. Konsistensi pemikiran tidak pernah aku lihat kecuali doktrinasi syariah pendidikan (pendidikan yang disyariahkan). Semoga saja kejadiaan-kejadian seperti diatas tidak menimpa pada jurusan yang lain. BANGKALAN, 6 APRIL 2013

0 komentar:

Posting Komentar

silahakan tambahakan komentar anda