Di pertengahan bulan April 2014 ada kisah unik menyapaku dan
akhirnya aku ungkapkan dalam catatanku kali ini. Dan tulisan ini aku
persembahkan untuk kariyawan-kariyawan Tata Usaha (TU) Fisib, beberapa dosen
UTM, para kiyai, para jutawan dan setiap orang tua serta setiap manusia di
dunia ini serta lebih khususnya untuk seorang wanita Madura, Dina Medira. :D
Selanjutnya, jikalau anda hari ini termasuk
orang tua berkucupan, dari golongan konglomerat, atau bagi anda yang memang
tidak diantara keduanya silahkan dicermati, dibayangkan dan direnungkan. Karena
nantinya diparagraf selanjutnya bakalan ada penjelasan sisi lain mengenai esensi
doa yang baik itu juga dapat menjadi sangat berbahaya bagi anda dan keluarga
anda. :D
Hal Yang Menggusarkan Pemikiran
“Kriieeettt…bregg” bunyi pintu yang
sedang tertutup disebuah gedung tingkat 10 di kampusku Universitas Trunojoyo.
Tiba waktunya aku masuk di suatu ruangan berdiameter 10 x 5 m2. Kira-kira
didalamnya terdapat 7 – 8 Kariyawan kantor. Dimana setiap kariyawan memiliki
inventaris alat kerjanyanya masing-masing.
Waktu itu aku datang untuk mengurus surat
tugas magang. Sebab bulan Juni mendatang aku harus mengambil mata kuliah
tersebut. Untuk itu aku pesiapkan awal-awal surat penting itu. Tempat
pengurusan surat itu bisa didapat di TU masing-masing jurusan, tepatnya
dibagian akademik kala itu.
“Iya Imam ! ada perlu apa? ” tanya
kariyawan jurursan dengan sopan.
“Itu bu, yang kemarin”
“Oh iya ! urat magang ya ! iya tunggu
sebentar aku cari proposalmu dulu sebab suratnya ada diproposalmu itu. Tapi aku
tak tahu, lupa aku taruh mana kemarin.”
“Iya ! santai saja bu. Saya tidak
terburu-buru kok.”
“Baguslah ” sahut ibu sambil terlihat
gugup walau sedikit manggut-manggut menatapku yang duduk dibwah AC.
Biasanya saat siang hari ruang ini
terlihat ramai. Mahasiswa banyak keluar masuk dari pintu yang sama aku lewati
tadi.
Bahkan beberapa kariyawan biasanya sibuk mengotak-atik kompeternya,
Kompeter yang dikoneksikan dengan internet. Kadang kala, namun jarang, ada
bisik-bisik tawar menawar absensi
perkuliahan.
Disebelah timur, tempat aku duduk, ada
wanita yang mungkin ukuran umurnya tante-tante. Cantik, putih,bergelombang semi
ikal rambutnya dan press body pakian yang ia kenakan. “Bikin
merangsang aja orang ini, mantap sesuai selera, hehehe” bayangku. Apalagi
ditambah dinginya AC yang menyelimuti sekujur tubuhku, yang membiaskan setiap
bulu kuduk diantara sela-sela kulit, yang semakin membawa aku terbayang didunia
bayangan sewajarnya lelaki dewasa.
“Maaf Imam, tidak ketemu… maaf ya !
kemarin ibu terlalu sibuk dan banyak fikiran. Mungkin itu sebabnya ibu tledor, sehingga proposalmu ketlingsut. ”
“Emang masalah apa bu ?”
“Biasa, urusan keluarga,” jawab ibu
santai sambil menggerak-gerakan tanganya kekanan-kekiri tak jelas.
“Hati-hati denga dengan do’a Imam!”
Serentak mata ku terbelalak
memandanginya. Kedua korneaku tepat aku arahkan ke bibirmu, sambil mengatur
nafas yang tak karuan geram. Disamping itu, secara bersamaan suara landai wanita
itu merengsek membangunkan otakku dengan begitu cepatnya. “Heran…! kenapa
dengan do’a, apa yang salah dengan do’a sampai-sampai aku harus hati-hati
segala,” anganku.
Tak
berusaha menunda waktu atau memberikan celah bersantai-santai kepada wanita
itu. “Maksud dan alasnanya bu ? saya merasa tidak paham.” “Bukankah semua do’a
itu baik !” lanjutan pertanyaanku dengan tatapan penuh tanda Tanya dan lebih
memusatkan mataku kebibirnya. Agar setiap bisik yang akan keluar dapat aku
amati secara cermat.
“Kadang kala do’a yang baik itu dapat
menjadi bencana bagi keluarga kita. Kecenderungan orang, selalu berdoa agar
setiap anak cucunya tidak merasakan nasib pilu, seperti yang mungkin mereka
rasakan sekarang, benarkan Imam ?”
“Iya !” Aku masih saja berusaha menyikapi
tabir makna dari kalimat yang wanita itu luncurkan tepat pada kedua telingaku.
“Apakah mereka juga tidak sadar kalau
pada akhirnya jika do’a itu diucapkan oleh seorang ibu, lalu do’a itu
terwujud.”
“Tidak sadar bagaimana maksudnya ?”
Diantara sorotan cahaya fajar yang tak
mampu membantuku berfikir atas satu pertanyaan pertanyaan seorang wanita yang
mampu menghilangakan patahan-patahan bayangan seorang lelaki terhadap
tante-tante seksi yang dibarengi dinginnya AC. Diantara ratusan lembar kertas
yang tertata rapi dibeberapa rak yang tak mampu memberikan jawaban atas patahan
ungkapan kalimat wanita itu.
Kisah Wanita Madura dan Milyarder Jawa Timur
Di dataran tanah Jawa dan Madura ada
beberapa kesamaan cerita tentang pentingnya berhati-hati dalam berdo’a. Di
Madura ada seorang wanita yang bernama Raisa dan di Jawa ada Halang. Mereka dulu
sama-sama hidup pas-pasan bahkan dapat dibilang kurang mampu.
Raisa telah lama hidup dirumah shalter kepemilikan kakek neneknya
semenjak ibu bapaknya meninggal saat ia berumur 2 tahun. Rumah shalter dengan diatapi genteng, yang
ketika hujan dapat merubah lantainya menjadi lumpur. Raisa setiap harinya
membantu kakeknya mencari rumput dihutan, untuk pakan Sapi tetangganya. Aktivitas
itu ia lakukan mulai pukul 05.00-06.00 pagi. Dan setelah pulang sekolah ia
masih harus mencari pakan sapi lagi pukul 15.00-04.30 sore. Begitulah kerjaanya
semenjak SD hingga SMP. Disamping itu, ia masih harus membantu neneknya memasak
ketika pagi dan menjelang malam. Kadang ia terlihat bingung mengatur jadwal
belajarnya.
Cita-cita Raisa menjadi orang kaya. “aku harus kaya sebab
dengan begitu aku dapat membalas mereka budi mereka; Mereka yang telah
membesarkanku sampai sekarang ini; Mereka yang telah membiayai sekolahku,
mencukupi kebutuhan pribadiku,” Kata Raisa setiap ia akan tidur malam. Selain
itu, semenjak SMA Raisa telah menjadi tulang punggung keluarganya sebab
kakeknya telah meninggal dan neneknya sakit setrok. Sempat ia menjadi penjaga
took, penjual pulsa, sales rokok, buruh cuci manual, penjual jajanan ringan dan
ngeles anak SD/SMP.
Lain wanita Madura lain juga kisah Halang.
Ia dulunya hidup diantara atap langit dan berkasur bumi. Saat ia berumur 5
tahun bapak ibunya meninggalkannya disalah satu gor setadion sepak bola di Jawa
Timur kala itu.
Kala berumur 5-15 tahun ia menjadi
pengamen dan akhirnya menjadi buruh pabrik, penjahit baju, penjahit sepatu, penjual
sepatu, dompet, nasi, Koran dan air. Selama belasan tahun Halang besar diatara
kamar persewaan. Dan cita-cita Halang adalah menjadi orang terkaya di Dunia.
Kini Raisa dan Halang telah sama kaya dan
mampu meraih cita-citanya. Mereka juga telah mempunyai belahan hati
masing-masing. Serta sama-sama memiliki balita.
“Semoga kelak jika anakku besar dia akan
menjadi orang sukses; orang yang enak hidupnya dan tak akan pernah merasakan
kesakitan hidup seperti apa yang pernah aku rasakan dulu saat masih kecil,”
do’a Raisa. Do’a ini selalu ia ucapkan saat terbit fajar dan tenggelamnya
fajar.
“Ya tuhan, semoga kelak jika anakku besar
dia akan menjadi orang yang disayangi teman-temanya; menjadi orang pinter; dan
tak akan pernah merasakan kesakitan hidup seperti apa yang aku rasakan dulu.”
Inilah doa Halang.
Pada akhirnya, Raisa dan Halang sama-sama
menjadi orang kaya. Anak mereka menjadi apa yang mereka do’akan. Tapi kini
mereka sedikit menyesal karena pernah berkata : “ Semoga kelak anakku tak akan
pernah merasakan kesakitan hidup seperti apa yang aku rasakan dulu”. Demikian
memang, mereka kaya bergelimang harta. Apapun keinginan anaknya dapat mereka
dipenuhi. Baik tempat sekolah, makanan, minuman, rumah, mobil, motor,
Handphone, Leptop, uang bahkan pacarpun dapat tercukupi. Tapi sayang, anak
mereka sekarang lebih bersifat manja kepada orang tua. Sedikit-sedikit mereka
bilang, “maaa, paaa, apa kalian sudah tak sayang lagi sama aku.” Fatalnya anak
mereka selalu terlihat glamorisme, konsumerisme, instanisme dan oportunisme.
Tak pernah merenungi sulitnya mencari uang atau mempelajari sejarah orang
tuanya yang sekarang telah menjadi milyarder.
0 komentar:
Posting Komentar
silahakan tambahakan komentar anda