Kamis, 22 Mei 2014

DIBALIK SAFANA



           Saksian bisu bibir yang terkunci rapat-rapat. Serapat segumpalan besi yang tak begitu berpori. Terbungkam, untuk alasan sosial, telungkup untuk ketenaran, tenggelam untuk kepentingan. Diam selama beberapa waktu yang sangat lama, lama sekali. Disela-sela waktu yang tersisi bibir itu berucap begitu gerai, pelan, sebagai luapan kesaksian, landasan, namun akhirnya dia terdiam lagi, diam lagi. Dan lagi.
Puluhan mata saat itu berkilauan. Mata yang telah lelah menepisi cerita nyanyian dewata. Dibawah langit tak berwajah senang, beberapa bintang tak nampak saat itu, apa lagi bulan yang masih malu-malu menampakkan eksistensinya. Matanya, “malang sekali kamu, matamu melas, mata yang saat itu sombong lalu pada akhirnya mencibir musam.” Matanya, “Ya inilah kami, mangkanya mbok yo matamu itu jangan asal melihat mataku hanya lewat jendela-jendela kecil disamping warung.” Lalu puluhan mata tersebut seolah disembunyikan dari bajunya dan berganti baju baru.
Dan mata yang tadinya sombong itu benar-benar telanjang tak berbaju saat itu.
            Himpit-menghim si buta dari tanah seberang. Malu-malu kurang tahu apa itu tahu. Disudut sana-sini tertawa dalam permainan. Tapi diantara mereka, amarah membanjiri seluruh area jalanan. Sruduk sungu kerbau, kata calon pujangga.
            Kurang pantas bagi dia akhirnya mencoret atas nama pribadi lalu mem-bully. Pribadi akan dibalas pribadi dan keumuman akan dibalas keumuman dan kelegowoan. Pada akhirnya bagai kisah shekh siti jenar. Beberapa poin penuh arti lalu satu poin saja dilihat dari lebel dan isinya berdasarkan asumsi. Lalu, dipenggallah keberanianya dewata menjadi partikel kecil-kecil seperti malu-memalu.
            8 dewa laninya sedang berada dipadang safana dengan kekuasaan lokasinya. Lalu ada dewa kecil sekali mencoba masuk kesafana tersebut. Padahal dewa kecil itu tak pernah hidup di padang, kecuali pekarangan saja.
Menuruti kebohongan gara-gara perbandingan. 5 benar lalu 1 salah. 1 dianggapnya fatal. Dan dewa kecil semakin kecil.

Bangkalan, 21 Mei 2014 pertengahan akhir senja sore

2 komentar:

silahakan tambahakan komentar anda