“Artikel yang
menjelaskan tentang pola pengajaran yang salah. Pangajaran yang menjauhi esensi
dari konsep ekonomi syariah itu sendiri. Pengajaran yang seharusnya
mencerminkan rahmatal lilalamin sehingga terlihat melakukan ekspansi
negative terhadap sistem non ekonomi syariah”
Dasar Anggapan Lebih Baik
Bebrapa pengajar mata kuliah terkait
ke-ekonomi-an syariah disalah satu jurusan ekonomi di Universitas Kerajaan
Timur menduduki posisi pemikiran yang lumayan aneh. Menjastis dan
menyalahkan sistem non ekonomi syariah (SNES). Ya, itulah tugas mereka sehari-hari
dalam pengajaran diruang-ruang kuliah bersama. Doktrinasi tentang SNES atau
mudahnya disebutan sistem ekonomi konvensional (SEK) merupakan suatau sistem
yang salah, kurang tepat, dan tidak benar. Begitulah pekerjaan pengajar-pengajar
di Kerajaan itu.
Menurut pemahaman para pengajar di sana, SEK
diartikan sebagai seluruh kegiatan SNES. Tak perduli paham sistem ekonomi
pancasila, kapitalis, komunis, liberal, sosialis semua dipukul rata, sebagai sistem
ekonomi konvensional.
Alasan meraka menghakimi sejauh ini lebih
ditekankan pada dasar sistem ekonomi syariah (SES) yang tidak menggunakan unsur
ribawi/bunga. SES juga berusaha mengharuskan setiap manusia dalam berekonomi
harus mengedepankan paham tolong-menolong, praktik ekonomi melalui jalan halal
dan pengeluaran zakat setiap tahunnya.
Mereka menganggap riba adalah gagasan yang dapat
menimbulkan kesenjangan kelas, kemiskinan berantai, kehancuran suatu
pemerintahan Negara, terlebih dilarang oleh agama islam. Praktik-praktik ribawi
sangat ditentang oleh mereka. Menurut mereka, kenapa Indonesia dan Yunani
sampai saat ini belum mampu membenahi perekonomian negaranya? Hal demikian
dikarenakan Indonesia dan Yunani sampai sekarang sering melakukan praktik
ribawi pinjam-meminjam modal/uang dengan World
Bank dan Internasional Monetary Found (IMF).Selain itu, atas perbuatannya, orang-orang
yang melakukan praktik ribawi juga dianggap akan masuk neraka karena dianggap
melanggar ayat Tuhan, wa halalul bai’ wa
harramu riba serta mendukung munculnya kemiskinan, kesengsaraan dan
fatalnya kelaparan massal.
Selanjutnya, mereka (para pengajar) menekankan
agar setiap kegiatan umat islam itu harus berdasarkan asas tolong menolong
karena pada dasarnya menurut mereka, setiap apa saja yang ada di dunia ini
diciptakan oleh Tuhan untuk memenuhi seluruh keperluan manusia dan akan kembali
pada Tuhan. Sebab pemilik utama dari apa saja yang ada di dunia ini adalah
Tuhan semata. Untuk itu, mereka melalui landasan SES juga berusaha mengharuskan
setiap manusia dalam berekonomi harus mengedepankan paham tolong-menolong dan
tidak semena-mena mengedepankan asas cepat kaya serta menghalalkan segala cara.
Lebih jelasnya manusia harus bersifat adil dalam berekonomi. Menurut mereka, Memperkaya
diri dengan tidak memperhitungkan nasib orang lain dan tidak memperhatikan proses yang
benar sangat amatlah sangat ditentang oleh mereka. Sebagai contoh bertambahnya jumlah
kemiskinan dan peredaran miras, maraknya praktik mucikari-prostitusi, judi
diidentikan karena si pelaku ekonomi tidak memperhatikan proses dan cara
berekonomi secara benar.
Lalu Dasar selanjutnya adalah adanya sistem zakat.
Pengeluaran zakat tahunan atas barang/penghasilan/harta yang dimiliki setiap orang
islam menjadi agenda wajib setiap tahunya. Zakat yang mereka keluarkan akan
dialirkan untuk orang yang berwenang menerimanya. Seperti fakir dan miskin
setidaknya. Sehingga zakat yang dikeluarkan setiap tahun itu dapat mengurangi
beban ekonomi orang fakir dan miskin.
Kesalahan Para Pengajar SES
Bukankah dalam agama islam, menghina, menghujat
atau menjelek-jelekan aib itu tidak dibenarkan.
Kata-kata dengan menghina atau menjelek-jelekan
aib cenderung memunculkan persepsi negatif. Persepsi dapat memunculkan justifikasi penilaian negatif. Dari
beberapa penelitian, kerusuhan diera 1966, 1974, 1984, 1998-1998 itu banyak
ditimbukan akibat munculnya persepsi yang mengarah pada dogma fanatic terhadap
agama dan berujung pada usaha sparatis seperti peperangan, penculikan dan
penghakiman massal.
Inilah yang harus disadari oleh para pengajar.
Mengedepankan obyektifitas, memunculkan generasi muda yang pro perdamaian,
kesejahteraan yang tak memihak pada golongan tertentu, agamaisme dalam ranah
pancasilaisme, dan berani menyuarakan apa saja yang pantas disuarakan dengan
tidak mengkambing hitamkan sesuatu yang lain. Bukan malah berusaha menumbuhkan asumsi
dan persepsi yang menjelek-jelekkan golongan lain. Lalu, betapa munafiknya para
pengajar jika berfikir demikian !
Jutaan golongan pengajar pro SES yang mengatasnamakan
anti konvensionalisme pada hari ini mungkin ada yang mereka lupakan. Bahwa setiap hari mereka berusaha
pura-pura tidak tahu akan kehidupannya sehari-hari yang ikut membantu mendukung
mekarnya bunga konvensionalisme. Lantaran ratusan barang yang mereka miliki
selama ini berasal dari SNES. Seperi produksi motor, Handphone, mobil, TV,
property, fashion, produk kecantika, buku, computer, Koran, administrasi bank atau
bahkan sembako yang mereka miliki sekarang.
Anehnya para pengajar yang pro SES selama ini
cenderung melakukan penghinaan-penghujatan terhadap SNES. Seolah mereka sudah
sangat baik dan benar tindak tanduknya bahkan sudah searah dengan pedoman Gusti Tuhan mereka. Sehingga meraka
melakukan penghujatan terhadap SNES. Padahal sebenarnya tak ada orang yang suci
dan bernar didunia ini kecuali Gusti
Tuhan dan beberapa orang yang mawas diri.
Luhurnya niat terkotori oleh para pengajar,
sucinya sistem dibuang dari ruhnya, kedamaian dan usaha menjunjung tinggi
kebebasan berekonomi seolah terbatasi, paradigm-paradigma yang salah disebar
luaskan demi menghakimi SNES, umbaran kata-kata yang tak pantas pun dimasukan
dalam dunia pendidikan, mata kuliah-mata kuliah ekonomi konvensional yang makin
dipaksa pindah lebel syariah, generasi-generasi ekonom syariah yang makin
menyesatkan generasi lainya, budaya mendendam dan menghujat dijadikan spirit
dalam berekonomi syariah.
Terkadang doktrin ini juga berisi hinaan-hinaan
yang tak berlandasan objektif. Mencari nama tokoh ekonom non ekonomi syariah
lalu dipandang dari satu sudut pandang, sudut pandang syariahisme menjadi hal
yang wajib untuk semakin melemahkan SNES. Bagi saya hal semacam ini tak lebih
dari pembenaran belaka atau usaha pengahalalkan segala cara agar tercapainya
SES.
Betapa dangkal jika penghinaan itu halal
dilontarkan dalam hal ini. Secara efek samping pembenaran ini nantinya
memunculkan beberapa masalah fatal. Dari persepsi-anggapan-penghinaan-tindakan
riil-pertentangan-pertentangan samapai pada peperangan-pembunuhan
missal-perebutan kekuasaan. Maka sudah seharusnya mereka (para pengajar) juga
memikirkan efek panjang dari pengajaran mereka. Lalu, maukah kita mengulang
tragedi era peperangan? Tidak.
Mahasiswa Salah Arah
Keluarnya SES memang murni dari ruh agama islam.
Tetapi bukan bererti setiap kegiatan sistem ekonomi yang ada saat ini harus
diekonomi syariahismekan. Mungkin yang saya takutkan nantinya penyelewengan
kata ekonomi syariah itu sendiri akan bermunculan dan meruah. Munculnya kata
prostitusi syariah, zina syariah, judi syariah, bertani syariah, mengajar
syariah, bernyanyi syariah, computer syariah, mobil syariah, hotel syariah,
pantai syariah dan syariah-syariah lainya.
Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan beberapa
pengajaran selama ini mungkin sudah berlangsung hampir 25 tahun terakhir ini. Tak
kurang dari 70 persen mahasiswanya ikut-ikutan memiliki anggapan yang jelek
terhadap SNES.
Mahasiswa yang saya temui dijurusan ekonomi
kerajaan Timur Jawa menganggap SES itu lebih baik ketimbang SNES. Memunculkan
asumsi-asumsi pembenaran, tak berani membaca sisi positif SNES dan hanya melakukan
pembenaran dari ayat-ayat suci yang selalu mewarnai retorika mereka. Seolah tak
peduli jika nantinya ditolak dari kehidupan masyarakat pada umumnya.
Kesadaran diri yang di perkosa oleh beberapa
pengajar diterima begitu saja disini. Onani terhadap pemikiran mereka sering
pula terjadi. Menghina SEK sukanya tapi dalam praktiknya masih banyak kegiatan
diantara mereka tak luput dari praktik SEK. Bukankah ini munafik? Saya kira
memang munafik.
Mahasiswa-mahasiswa yang sering mengadakan
diskusi formal atau non formal terlihat benar-benar bangga dengan keadaan
pemikiran tersebut. Pemikiran anti konvensionalisme. Selain itu, saat
kedatangan mahasiswa baru para pengajar dan para mahasiswa akan menggelontorkan
doktrin-doktrin anti konvensionalmenya. Hingga saya tak tahu berapa tahun dan
berapa ribu mahasiswa yang nantinya akan berfikir anti konvensionalme seperti
mereka.
Berawal dari doktrin anti ekonomi konvensional
ketakutan saya muncul. Saat ini hampir kurang lebih 500 mahasiswa berfikir anti
ekonomi konvensional. Mereka hanya menganut apa kata para pengajarnya. Tak
berusaha mencari, mengkaji dan memaknai SNES secara menyeluruh, setidaknya sisi
positifnya. Mereka hanya ikut-ikutan, yang nantinya memunculkan pengikut anti
ekonomi konvensional yang ikut-ikutan pula. Padahal SNES itu memiliki paham
banyak dan setiap paham juga memiliki banyak sisi positif amau pun negative.
Bukanah mahasiswa adalah tempanya orang kritis,
orang berkeilmuan? Paradigm dan dogma yang mereka terima sudah seharusnya
dikaji ulang secara totalitas. Konsep thesa,
antithesa dan sintesa atau analisis Swot mungkin dapat menjadi modal dasar
pengkajian.
Mahasiswa tak layak jadi pengekor, atau pengikut.
Tetapi pantasnya jadi pelopor. Karena mereka selama ini saya anggap memiliki
pengetahuan yang lebih dalam berfikir. Sebagaimana tercermin dalam trifungsi
mahasiswa mereka.
0 komentar:
Posting Komentar
silahakan tambahakan komentar anda