Sabtu, 17 Mei 2014

KACAMATA POLA PENGAJARAN KURANG BENAR JURUSAN EKONOMI SYAIAH

“Artikel yang menjelaskan tentang pola pengajaran yang salah. Pangajaran yang menjauhi esensi dari konsep ekonomi syariah itu sendiri. Pengajaran yang seharusnya mencerminkan rahmatal lilalamin sehingga terlihat melakukan ekspansi negative terhadap sistem non ekonomi syariah
Dasar Anggapan Lebih Baik
Bebrapa pengajar mata kuliah terkait ke-ekonomi-an syariah disalah satu jurusan ekonomi di Universitas Kerajaan Timur menduduki posisi pemikiran yang lumayan aneh. Menjastis dan menyalahkan sistem non ekonomi syariah (SNES). Ya, itulah tugas mereka sehari-hari dalam pengajaran diruang-ruang kuliah bersama. Doktrinasi tentang SNES atau mudahnya disebutan sistem ekonomi konvensional (SEK) merupakan suatau sistem yang salah, kurang tepat, dan tidak benar. Begitulah pekerjaan pengajar-pengajar di Kerajaan itu.
Menurut pemahaman para pengajar di sana, SEK diartikan sebagai seluruh kegiatan SNES. Tak perduli paham sistem ekonomi pancasila, kapitalis, komunis, liberal, sosialis semua dipukul rata, sebagai sistem ekonomi konvensional.
Alasan meraka menghakimi sejauh ini lebih ditekankan pada dasar sistem ekonomi syariah (SES) yang tidak menggunakan unsur ribawi/bunga. SES juga berusaha mengharuskan setiap manusia dalam berekonomi harus mengedepankan paham tolong-menolong, praktik ekonomi melalui jalan halal dan pengeluaran zakat setiap tahunnya.
Mereka menganggap riba adalah gagasan yang dapat menimbulkan kesenjangan kelas, kemiskinan berantai, kehancuran suatu pemerintahan Negara, terlebih dilarang oleh agama islam. Praktik-praktik ribawi sangat ditentang oleh mereka. Menurut mereka, kenapa Indonesia dan Yunani sampai saat ini belum mampu membenahi perekonomian negaranya? Hal demikian dikarenakan Indonesia dan Yunani sampai sekarang sering melakukan praktik ribawi pinjam-meminjam modal/uang dengan World Bank dan Internasional Monetary Found (IMF).Selain itu, atas perbuatannya, orang-orang yang melakukan praktik ribawi juga dianggap akan masuk neraka karena dianggap melanggar ayat Tuhan, wa halalul bai’ wa harramu riba serta mendukung munculnya kemiskinan, kesengsaraan dan fatalnya kelaparan massal.
Selanjutnya, mereka (para pengajar) menekankan agar setiap kegiatan umat islam itu harus berdasarkan asas tolong menolong karena pada dasarnya menurut mereka, setiap apa saja yang ada di dunia ini diciptakan oleh Tuhan untuk memenuhi seluruh keperluan manusia dan akan kembali pada Tuhan. Sebab pemilik utama dari apa saja yang ada di dunia ini adalah Tuhan semata. Untuk itu, mereka melalui landasan SES juga berusaha mengharuskan setiap manusia dalam berekonomi harus mengedepankan paham tolong-menolong dan tidak semena-mena mengedepankan asas cepat kaya serta menghalalkan segala cara. Lebih jelasnya manusia harus bersifat adil dalam berekonomi. Menurut mereka, Memperkaya diri dengan tidak memperhitungkan nasib orang lain dan tidak memperhatikan proses yang benar sangat amatlah sangat ditentang oleh mereka. Sebagai contoh bertambahnya jumlah kemiskinan dan peredaran miras, maraknya praktik mucikari-prostitusi, judi diidentikan karena si pelaku ekonomi tidak memperhatikan proses dan cara berekonomi secara benar.
Lalu Dasar selanjutnya adalah adanya sistem zakat. Pengeluaran zakat tahunan atas barang/penghasilan/harta yang dimiliki setiap orang islam menjadi agenda wajib setiap tahunya. Zakat yang mereka keluarkan akan dialirkan untuk orang yang berwenang menerimanya. Seperti fakir dan miskin setidaknya. Sehingga zakat yang dikeluarkan setiap tahun itu dapat mengurangi beban ekonomi orang fakir dan miskin.

Kesalahan Para Pengajar SES
Bukankah dalam agama islam, menghina, menghujat atau menjelek-jelekan aib itu tidak dibenarkan.
Kata-kata dengan menghina atau menjelek-jelekan aib cenderung memunculkan persepsi negatif. Persepsi dapat memunculkan justifikasi penilaian negatif. Dari beberapa penelitian, kerusuhan diera 1966, 1974, 1984, 1998-1998 itu banyak ditimbukan akibat munculnya persepsi yang mengarah pada dogma fanatic terhadap agama dan berujung pada usaha sparatis seperti peperangan, penculikan dan penghakiman massal.
Inilah yang harus disadari oleh para pengajar. Mengedepankan obyektifitas, memunculkan generasi muda yang pro perdamaian, kesejahteraan yang tak memihak pada golongan tertentu, agamaisme dalam ranah pancasilaisme, dan berani menyuarakan apa saja yang pantas disuarakan dengan tidak mengkambing hitamkan sesuatu yang lain. Bukan malah berusaha menumbuhkan asumsi dan persepsi yang menjelek-jelekkan golongan lain. Lalu, betapa munafiknya para pengajar jika berfikir demikian !
Jutaan golongan pengajar pro SES yang mengatasnamakan anti konvensionalisme pada hari ini mungkin ada yang mereka lupakan. Bahwa setiap hari mereka berusaha pura-pura tidak tahu akan kehidupannya sehari-hari yang ikut membantu mendukung mekarnya bunga konvensionalisme. Lantaran ratusan barang yang mereka miliki selama ini berasal dari SNES. Seperi produksi motor, Handphone, mobil, TV, property, fashion, produk kecantika, buku, computer, Koran, administrasi bank atau bahkan sembako yang mereka miliki sekarang.
Anehnya para pengajar yang pro SES selama ini cenderung melakukan penghinaan-penghujatan terhadap SNES. Seolah mereka sudah sangat baik dan benar tindak tanduknya bahkan sudah searah dengan pedoman Gusti Tuhan mereka. Sehingga meraka melakukan penghujatan terhadap SNES. Padahal sebenarnya tak ada orang yang suci dan bernar didunia ini kecuali Gusti Tuhan dan beberapa orang yang mawas diri.
Luhurnya niat terkotori oleh para pengajar, sucinya sistem dibuang dari ruhnya, kedamaian dan usaha menjunjung tinggi kebebasan berekonomi seolah terbatasi, paradigm-paradigma yang salah disebar luaskan demi menghakimi SNES, umbaran kata-kata yang tak pantas pun dimasukan dalam dunia pendidikan, mata kuliah-mata kuliah ekonomi konvensional yang makin dipaksa pindah lebel syariah, generasi-generasi ekonom syariah yang makin menyesatkan generasi lainya, budaya mendendam dan menghujat dijadikan spirit dalam berekonomi syariah.
Terkadang doktrin ini juga berisi hinaan-hinaan yang tak berlandasan objektif. Mencari nama tokoh ekonom non ekonomi syariah lalu dipandang dari satu sudut pandang, sudut pandang syariahisme menjadi hal yang wajib untuk semakin melemahkan SNES. Bagi saya hal semacam ini tak lebih dari pembenaran belaka atau usaha pengahalalkan segala cara agar tercapainya SES.
Betapa dangkal jika penghinaan itu halal dilontarkan dalam hal ini. Secara efek samping pembenaran ini nantinya memunculkan beberapa masalah fatal. Dari persepsi-anggapan-penghinaan-tindakan riil-pertentangan-pertentangan samapai pada peperangan-pembunuhan missal-perebutan kekuasaan. Maka sudah seharusnya mereka (para pengajar) juga memikirkan efek panjang dari pengajaran mereka. Lalu, maukah kita mengulang tragedi era peperangan? Tidak.

Mahasiswa Salah Arah
Keluarnya SES memang murni dari ruh agama islam. Tetapi bukan bererti setiap kegiatan sistem ekonomi yang ada saat ini harus diekonomi syariahismekan. Mungkin yang saya takutkan nantinya penyelewengan kata ekonomi syariah itu sendiri akan bermunculan dan meruah. Munculnya kata prostitusi syariah, zina syariah, judi syariah, bertani syariah, mengajar syariah, bernyanyi syariah, computer syariah, mobil syariah, hotel syariah, pantai syariah dan syariah-syariah lainya.
Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan beberapa pengajaran selama ini mungkin sudah berlangsung hampir 25 tahun terakhir ini. Tak kurang dari 70 persen mahasiswanya ikut-ikutan memiliki anggapan yang jelek terhadap SNES.
Mahasiswa yang saya temui dijurusan ekonomi kerajaan Timur Jawa menganggap SES itu lebih baik ketimbang SNES. Memunculkan asumsi-asumsi pembenaran, tak berani membaca sisi positif SNES dan hanya melakukan pembenaran dari ayat-ayat suci yang selalu mewarnai retorika mereka. Seolah tak peduli jika nantinya ditolak dari kehidupan masyarakat pada umumnya.
Kesadaran diri yang di perkosa oleh beberapa pengajar diterima begitu saja disini. Onani terhadap pemikiran mereka sering pula terjadi. Menghina SEK sukanya tapi dalam praktiknya masih banyak kegiatan diantara mereka tak luput dari praktik SEK. Bukankah ini munafik? Saya kira memang munafik.
Mahasiswa-mahasiswa yang sering mengadakan diskusi formal atau non formal terlihat benar-benar bangga dengan keadaan pemikiran tersebut. Pemikiran anti konvensionalisme. Selain itu, saat kedatangan mahasiswa baru para pengajar dan para mahasiswa akan menggelontorkan doktrin-doktrin anti konvensionalmenya. Hingga saya tak tahu berapa tahun dan berapa ribu mahasiswa yang nantinya akan berfikir anti konvensionalme seperti mereka.
Berawal dari doktrin anti ekonomi konvensional ketakutan saya muncul. Saat ini hampir kurang lebih 500 mahasiswa berfikir anti ekonomi konvensional. Mereka hanya menganut apa kata para pengajarnya. Tak berusaha mencari, mengkaji dan memaknai SNES secara menyeluruh, setidaknya sisi positifnya. Mereka hanya ikut-ikutan, yang nantinya memunculkan pengikut anti ekonomi konvensional yang ikut-ikutan pula. Padahal SNES itu memiliki paham banyak dan setiap paham juga memiliki banyak sisi positif amau pun negative.
Bukanah mahasiswa adalah tempanya orang kritis, orang berkeilmuan? Paradigm dan dogma yang mereka terima sudah seharusnya dikaji ulang secara totalitas. Konsep thesa, antithesa dan sintesa atau analisis Swot mungkin dapat menjadi modal dasar pengkajian.
Mahasiswa tak layak jadi pengekor, atau pengikut. Tetapi pantasnya jadi pelopor. Karena mereka selama ini saya anggap memiliki pengetahuan yang lebih dalam berfikir. Sebagaimana tercermin dalam trifungsi mahasiswa mereka.

0 komentar:

Posting Komentar

silahakan tambahakan komentar anda