Kamis, 15 Mei 2014

DIMANA LELAKI ITU?


Seperti apakah dirinya? 
 
Adakah kumis disekitar bibirnya? Putihkah kulitnya? kekarkah badannya? sipitkah matanya? santunkah katanya? murahkah senyumya?

Lamaku ingat-ingat sakit bagiku. Dulu aku bayi, kini 20 Tahun berlalu sudah.

Berkali-kali aku simpan sedihku dilaci besi yang terkunci rapat-rapat diantara hati dan logika.


Berkali-kali aku tersenyum lalu sebentar-sebentar terbahak keras, namun palsu.

Ketulusan lengan kakek tua tak henti ku saksikan. Menggendong, menenangkanku saat gelisah melandaku, memberiku makan-minum dalam laparku, menghidupiku dimana saat aku butuh sekolah, berparas, atau sekedar jalan-jalan saja

Ada ibu sebagai ayah. Ayah tak bisa sebagai ibu. 1 dalam 2 dalam satu raga dalam 2 jiwa
Ketika seekor kelinci hutan saja memiliki kegembiraan, kebebasan lalu dimana diriku adanya
Siapakah aku?dari manakah aku?untuk apakah aku berada? Pecah serasa isi kepalaku memikirkannya.

Kepastian nasip yang bagiku tak pasti. Sebentar ibuku tersenyum menatapku, sebentar ia muram melihatku. Ukiran pipi dan kening yang lusut diantara usia yang makin rentan begitu mudah aku temui diwajah sang pengasuh. Dimana ukiran itu terkadang juga menuntut janji akan masa depanku nantinya.

Disana atau disini bagiku sama saja, sama sama tak memiliki arti makna kasih sayang
Terkadang bibir tetangga bersiul dengan siulan pisau, bernyanyi dengan nyanyian buldoser, lalu mereka mengarahkannya pada hati. Tepat dihati ku

Sebentar-sebentar runtuh tulang belulang ini, sekedar dikenakan baju saja tak bisa karena ragaku malu, malas, dan benci untuk berdiri tegak

Madura laksana tempat bersinggah dimasa muda, gambaran kasih seorang lelaki berkumis aku bayangkan selalu.

Masih akan adakah fajar yang akan terbit dengan cahaya terang, hingga terangnya membuka mata manusia sejagat raya.

Sekepal harap, segunung rindu, segenggam cita, selaut duka aku mencoba berbaring diantara nyanyian kehidupan.

0 komentar:

Posting Komentar

silahakan tambahakan komentar anda