Jalan
Tak
terlihat lampu dilintasan sebelumnya, kecuali besi-besi yang tertata rapi
seperti rel bentuknya. Tetapi, selepas perjalanan dari jalur gulita tadi tampak
ditengah ratusan lampu bersinar, yang aku kira kekuatan listeriknya tak ada
yang 200-an watt, tentu lebih. Tapi aku belum merengsek kedalam pabrik. Aku
berhenti disebuah area parkir mobil. Karena mobil yang aku tumpangi memang
waktunya parkir, kala itu.
Tapi
sebentar-sebentar aku mendengar bisikan suara yang garang sekali, garang
sekali, hinggar seluruh tubuhku tak mampu bergerak, kecuali hati, otak dan
perasaan. Tapi makin lama suara itu makin keras, keras sekali. Benar-benar
keras.
Seolah suara itu memaksaku untuk mendengarkan ceritanya. Ceritanya yang
tak pernah aku tahu maksud dan tujuannya.
Dan
inilah suara-suara masih aku ingat sampai hari ini. Gundah gelisah, aku
ungkapkan suara itu untuk kalian. Untuk kalian yang mencari arti perjalanan di
sebuah pabrik Seman.
Suara Sombong
Akulah
bapak kaya ! Akulah yang memiliki ribuan buruh, ratusan mobil, ribuan hektar
tanah, puluhan isteri simpanan, gudangan uang dan penghasil primer dari ke limanya,
“SEMEN”.
Akulah
bapak kaya ! Akulah yang memiliki ratusan alat berat dan kelengkapanya.
Akulah
bapak kaya ! Wanita, tanah, rumah, harga diri, media massa, tahta, aturan,
semuanya dapat aku beli, dapat aku atur semau udelku. yang jika kau memikirkannya, lidahmu akan geram, kaku
hingga tak bisa berucap sepatah kata pun.
Bukan
itu saja ! Akulah pemilik jaringan modal asing. Dengan beberapa ide lahirlah
besi-besi baja di pabriku, gundukan-gundukan tanah dari wilayah seberang,
berdiri ratusan meter Rel semen dan pipa semen yang selalu siaga ditempatnya
selama 24 jam. Rel yang mengantar angkutan-angkutan ke beberapa gentong beton
yang nantinya aku pindah ke tangker-tangker kapal luar negeri.
Akulah
pemilik beton kokoh ! tampak dipabriku puluhan raksasa pengolah dan penyimpan
semen, melingkari pusat pabrik. Mereka seolah juga mengwasi peredaran
buruh-buruhku rasanya.
Akulah
bapak kaya ! Aku tak peduli walau ratusan rumah warga disekitarku tak layak
huni atau hendak roboh. Aku tak peduli orang-orang yang ada dirumah itu tak
terjamin kesehatannya, pendidikannya, pekerjaannya, kemanaannya, makan-minumnya,
aku tak perduli benar. Aku sadar tanah yang hari ini aku miliki, aku lewati,
adalah tanah mereka sebelumnya. Ya, aku tak peduli itu semua. Bagiku masa depan
bahkan semuanya itu adalah tugas dan tanggung jawab Negara, bukan tanggunganku.
Tugasku hanya membayar pajak sesuai prosedur untuk mereka nikmati.
Akulah
kaya ! Tapi aku bukanlah aku kaya, melainkan aku adalah aku yang lainnya.
Akulah
bapak kaya ! Satu-satunya tempat mereka meminta bantuan ketika mereka ingin
meminta membangun rumah, apartemen, gedung, hotel, wisma, jembatan, jalan raya,
pangkalan udara, dermaga kapal, terminal, stasiun atau apalah. Pasti aku yang
mereka panggil. Karena hanya akulah penyedia esensi bangauan mereka,
penguatnya, “SEMEN.”
Akulah
bapak kaya ! Aku tak perduli buruh-buruhku menyimpan juataan komentar kepadaku.
Aku tak perduli jikalau ribuan sopir tidur diatas mobil kerjanya lantara Shalter
atau MES yang aku sediakan untuk mereka jauh tempanya. Aku tak peduli ratusan buruh
penata semen untuk truk itu tak mengenakan masker, begitu juga para penyapu
semen yang berada dibawah cerobong semen iru. Aku benar-benar tak peduli. Aku
tak peduli kalau anak-anak lulusan SMP harus merintih sakit kalau ereka ku
paksa mengangkat bungkusan semen 40 Kg dipundaknya. aku tak peduli jika beberpa
pemulung semen yang loncat meloncat ke atas truk Belendung ketika usai kirim. Aku tak peduli nasibnya. Aku tak peduli
kalau satpam-satpam penjaga hartaku itu nantinya meninggalkan bumi ini gara-gara
menghirup abu semenku setiap detiknya. Aku tak peduli. Bahkan aku juga tak akan
peduli kalau semua buruh jarang mandi, jarang ibadah kepada Tuhan, jarang
pulang, jarang weeked sepertiku dan jarang punya waktu untuk memikirkan masa
depan. Aku tak peduli.
Bagiku,
aku bebas memperkaya diriku. Aku bebas mengkonsep usahaku seprti apa. Aku bebas
berfikir seperti apa. Aku bebeas dan sebebas-bebasnya karena sampai hari ini
tak ada satu hukum pun yang mempermasalahkan kehendakku.
Bagiku,
ada kaya-ada miskin, ada orang baik-ada orang jahat, ada yang punya ratusan
isteri simpanan-dan ada yang tidak punya, itu sudah lumrah. Karena inilah
rialitas sosial hidup didunia. “begitulah adanya aku !” karena aku adalah
pemilik pabrik semen berlampu kuning dan putih. Dan akulah sibapak kaya dari
tanah Ronggolawe.
Bangkalan,
20 April 2014
0 komentar:
Posting Komentar
silahakan tambahakan komentar anda