Rabu, 07 Mei 2014

PABRIK SEMEN

Jalan
   Tak terlihat lampu dilintasan sebelumnya, kecuali besi-besi yang tertata rapi seperti rel bentuknya. Tetapi, selepas perjalanan dari jalur gulita tadi tampak ditengah ratusan lampu bersinar, yang aku kira kekuatan listeriknya tak ada yang 200-an watt, tentu lebih. Tapi aku belum merengsek kedalam pabrik. Aku berhenti disebuah area parkir mobil. Karena mobil yang aku tumpangi memang waktunya parkir, kala itu.
    Tapi sebentar-sebentar aku mendengar bisikan suara yang garang sekali, garang sekali, hinggar seluruh tubuhku tak mampu bergerak, kecuali hati, otak dan perasaan. Tapi makin lama suara itu makin keras, keras sekali. Benar-benar keras.
Seolah suara itu memaksaku untuk mendengarkan ceritanya. Ceritanya yang tak pernah aku tahu maksud dan tujuannya.
Dan inilah suara-suara masih aku ingat sampai hari ini. Gundah gelisah, aku ungkapkan suara itu untuk kalian. Untuk kalian yang mencari arti perjalanan di sebuah pabrik Seman.

Suara Sombong
    Akulah bapak kaya ! Akulah yang memiliki ribuan buruh, ratusan mobil, ribuan hektar tanah, puluhan isteri simpanan, gudangan uang dan penghasil primer dari ke limanya, “SEMEN”.
Akulah bapak kaya ! Akulah yang memiliki ratusan alat berat dan kelengkapanya.
Akulah bapak kaya ! Wanita, tanah, rumah, harga diri, media massa, tahta, aturan, semuanya dapat aku beli, dapat aku atur semau udelku. yang jika kau memikirkannya, lidahmu akan geram, kaku hingga tak bisa berucap sepatah kata pun.
    Bukan itu saja ! Akulah pemilik jaringan modal asing. Dengan beberapa ide lahirlah besi-besi baja di pabriku, gundukan-gundukan tanah dari wilayah seberang, berdiri ratusan meter Rel semen dan pipa semen yang selalu siaga ditempatnya selama 24 jam. Rel yang mengantar angkutan-angkutan ke beberapa gentong beton yang nantinya aku pindah ke tangker-tangker kapal luar negeri.
   Akulah pemilik beton kokoh ! tampak dipabriku puluhan raksasa pengolah dan penyimpan semen, melingkari pusat pabrik. Mereka seolah juga mengwasi peredaran buruh-buruhku rasanya.
Akulah bapak kaya ! Aku tak peduli walau ratusan rumah warga disekitarku tak layak huni atau hendak roboh. Aku tak peduli orang-orang yang ada dirumah itu tak terjamin kesehatannya, pendidikannya, pekerjaannya, kemanaannya, makan-minumnya, aku tak perduli benar. Aku sadar tanah yang hari ini aku miliki, aku lewati, adalah tanah mereka sebelumnya. Ya, aku tak peduli itu semua. Bagiku masa depan bahkan semuanya itu adalah tugas dan tanggung jawab Negara, bukan tanggunganku. Tugasku hanya membayar pajak sesuai prosedur untuk mereka nikmati.
Akulah kaya ! Tapi aku bukanlah aku kaya, melainkan aku adalah aku yang lainnya.
   Akulah bapak kaya ! Satu-satunya tempat mereka meminta bantuan ketika mereka ingin meminta membangun rumah, apartemen, gedung, hotel, wisma, jembatan, jalan raya, pangkalan udara, dermaga kapal, terminal, stasiun atau apalah. Pasti aku yang mereka panggil. Karena hanya akulah penyedia esensi bangauan mereka, penguatnya, “SEMEN.”
     Akulah bapak kaya ! Aku tak perduli buruh-buruhku menyimpan juataan komentar kepadaku. Aku tak perduli jikalau ribuan sopir tidur diatas mobil kerjanya lantara Shalter atau MES yang aku sediakan untuk mereka jauh tempanya. Aku tak peduli ratusan buruh penata semen untuk truk itu tak mengenakan masker, begitu juga para penyapu semen yang berada dibawah cerobong semen iru. Aku benar-benar tak peduli. Aku tak peduli kalau anak-anak lulusan SMP harus merintih sakit kalau ereka ku paksa mengangkat bungkusan semen 40 Kg dipundaknya. aku tak peduli jika beberpa pemulung semen yang loncat meloncat ke atas truk Belendung ketika usai kirim. Aku tak peduli nasibnya. Aku tak peduli kalau satpam-satpam penjaga hartaku itu nantinya meninggalkan bumi ini gara-gara menghirup abu semenku setiap detiknya. Aku tak peduli. Bahkan aku juga tak akan peduli kalau semua buruh jarang mandi, jarang ibadah kepada Tuhan, jarang pulang, jarang weeked sepertiku dan jarang punya waktu untuk memikirkan masa depan. Aku tak peduli.
     Bagiku, aku bebas memperkaya diriku. Aku bebas mengkonsep usahaku seprti apa. Aku bebas berfikir seperti apa. Aku bebeas dan sebebas-bebasnya karena sampai hari ini tak ada satu hukum pun yang mempermasalahkan kehendakku.
Bagiku, ada kaya-ada miskin, ada orang baik-ada orang jahat, ada yang punya ratusan isteri simpanan-dan ada yang tidak punya, itu sudah lumrah. Karena inilah rialitas sosial hidup didunia. “begitulah adanya aku !” karena aku adalah pemilik pabrik semen berlampu kuning dan putih. Dan akulah sibapak kaya dari tanah Ronggolawe.


Bangkalan, 20 April 2014

0 komentar:

Posting Komentar

silahakan tambahakan komentar anda