Minggu, 15 Maret 2015

Larinya Sesembahan Ke Mana?



Sebenarnya Tuah pun memuji alam sejagat dan dimensi sejagat. Begitu pun sebaliknya.
Kala fajar dan pecahan purnama tiba selalu saja begitu. Mana mata, mana telinga, mana jiwa yang haus akan kedekatan, mana intisari yang menginti pada setiap posisinya.


Terbingkai pada pujian-pujian suci bagai mantra sepanjang usia puasanya.
Siapa yang akan kita temui akhirnya nanti. Alam sejagat pun malu meski rela disembah dengan segala macam Tuhan berkedok Agamawan agung dari belahan ujung dunia. Ada pula kelahiran Tuhan baru dari kaum para batu, hewan, tumbuhan dan setiap partikel rasa dari genggaman jiwa buta dalam cahaya seterang fajar shadiq.
Siapa yang akan kita temui akhirnya nanti. Dimensi sejagat pun lihai mempermainkan manusia dengan segala keterbatasan mansia. Ada guncangan alam yang sunyi kejam. Ada bebatuan keluar dan masuk ke dataran planet. Ada hawa yang saling menyerupai partikelnya di seluasan atas sana. Ada gua persembunyian bertabir kabut gelap bening diluaran sana. Ada kehidupan tanpa kuat dihitung jumlahnya. Ada semua dalam kediaman kita, keraguan kita.
Tuhan mana yang akan kita pilih. Bahkan akal dan jiwa kita selalu menyesatkan kita pada jurang ketiada tahuan yang semu kadang buta. Siapa sandaran kita banggakan bila setiap kita memiliki sandaran menurut pembenarannya masing-masing. Siapa lagi kalau bukan suara ketenganan yang hulu-hilirnya tanpa dapat kita ketahui. Datangnya pun tanpa kenal "kapan."
Siapa Tuhan kita sebenarnya. Alam sejagat dan Dimensi sejagat pun kaku malu lagi takut dengan sebenarnya Tuhan.

Bangkalan, Senin, 16 Maret 2015

0 komentar:

Posting Komentar

silahakan tambahakan komentar anda