Minggu, 13 Juli 2014

ANTARA PRAKSIS VS IDEALNYA PERPUS

Mengenal Perpustakaan
       Perpus merupakan sebutan singkat dari perpustakaan. Dimana dalam UU Perpustakaan No 43 Tahun 2007 dijelaskan pada pasal 1; Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.”
       Tujuan keberadaan perpustakaan disinggung pula dalam pasal selanjutnya. Dimana keberadaan  perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

       Sedangkan untuk jenisnya, terdapat 3 garis besar yang dapat kita ketahui. Yaitu, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan umum, Perpustakaan khusus. Dimana perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan, keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain.   
       Apbila dikaitkan dengan keberadaan kampus Universitas Trunojoyo Madura (UTM), disana juga ada sebuah perpustakaan khusus yang lumayan besar. Perpustakaan yang bernaung diantara bangunan pemecah langit yang berlantai 5. Namun praksisnya, apakah perpustakaan disana sudah sesuai dengan tujuan keberdaannya seperti yang di inginkan UU 43 Tahun 2007 pasal 4? Apakah memeng belum sama sekali ataukah memang sedang dalam masa proses penggarapan. Hal ini yang nantinya akan kita bahas dalam sub bab berikutnya.
Apa Yang Wajar
       Menurut Lasa (2009:263), keberadaan perpustakaan diperkirakan telah ada sejak 5000 tahun yang lalu. Sedangkan menurut Nurhadi (1983:15), sejarah perkembangan perpustakaan telah ada sejak sebelum Masehi. Begitu lamannya awal kemunculan keberadaan perpustakaan di dunia ini. Maka sudah suatu kewajaran lagi keharusan untuk merekonstruksi ulang setiap manajemen atau sistem keperpustakaan yang sekiranya dianggap kurang wajar, apalagi malah menjauhi esensi tujuan keberadaannya. Dan hanya ada satu jawaban, “Berbenah dan berbenah kembali. Sebab tak lain keberadaan perpus adalah salah satu wujud pengabdian bangsa dalam mencerdaskan generasi bangsa.
       Untuk melanjutan pembahasan, Perpus UTM dapat kita artikan sebagai sebuah tempat yang menandakaan terdapatnya bertumpuk-tumpuk buku di sana. Tempat yang di identikan menjadi tujuan knowlage center (pusat keilmuan). Mengingat banyaknya informasi-informasi yang terkover disana secara soft dan hard copy. Karena memang pada dasarnya perpustakaan merupakan sebuah tempat rujukan Primer setelah Internet bagai setiap mahasiswa UTM ketika sedang membutuhkan data-data informasi tambahan secara khusus.
       Lalu dalam faktanya, apakah perpustakaan di kampus UTM memang benar-benar sudah memenuhi tujuannya? Sudah, tapi belum sempurna rasanya. Peningkatan minat baca di golongan cendekiawan (mahasiswa) dan lebih meramaikan pengunjung, kiranya menjadi permasalahan urgen untuk dibicarakan.
       Secara pandangan sekilas, memang terlihat ada peningkatan pengunjung perpustakaan antara tahun 2011 hingga 2014. Itu hal yang bagus bukan. Repositition of area, semakin lengkapnya stock data, modernisasikan fasilitas pelayanan, tata kelola ruang, keramahan penjaganya dapat pula menjadi penunjangnya selama ini.
       Dilain sisi, apakah semakin meningkatnya jumlah mahasiswa yang diterima setiap tahunnya akan diiringi semakin meningkatnya pengunjung perpus di sana dan minat baca. Dimana pada tahun 2014 saja telah tertampung kurang lebih 10.000 mahasiswa di sana. Tapi, pernahkah selama ini anda menjumpai tempat tersebut terlihat over load pengunjungnya alis mbuak-mbuak, gak amot.
       Antara tahun 2011 hingga 2013, lebih dari 2000 mahasiswa diterima pertahunnya. Dan mereka di suruh membuat kartu perpus idealnya. lantas seimbangkah peredaran kartu perpus dengan jumlah pengunjung perpus selama ini? Ini yang justru menjadi Pr kita.
       Langit membiru menyombong menyaksikan jeritan buku-buku. Manusia-manusia padai mulai meninggalkan apa yang semestinya menjadi tanggung jawab moralnya. Beberapa penjaga bertingkah bagai penjual buku yang agak tak lues untuk menjajakan jualannya kepada para penikmat (konsumen) buku. Ruang-rung penitipan barang tertawa gentir karena rumahnya tak sering untuk diusik. Beberpa buku yang menangis meratapi hakikatnya terkebiri. Rak-rak penitipan barang mengeraskan sombongnya dan berkata “aku ra urus, polae seng butoh sopo ! ” Sekotak-kotak kartu tersimpan rapat pada dompet yang semakin menipis tiada isinya. Nama-nama buku, pengarang, penerbit mulai digantikan dengan nama asal media maya.
       Jadi, wajarkah itu semua?
Keputusan Jalan Maju
       Ketika kita mampu mendengar tangisan perpus yang kian terasingkan keberadaannya. Maka para pegawainya, mahasiswanya, rektoriumnya, dosennya pun perlu kita ajak bicara baik-baik kedepannya. “Adakah permasalahan manajemen di sana? Ulah siapakah jika keadaan perpus terlihat sepi? Lalu, bagaimana cara mengulas permasalah yang ada agar perpus meramai dan minat baca semakin tinggi?” Setidaknya isu pertanyaan seperti inilah yang kita diskusikan kepada setiap steg holder di kampus UTM.
       Rektorium yang tak pernah sekalipun dijumpai meninggalkan pesan moral kepada mahasiswanya untuk mengunjungi gedung knowlage center. Dosen-dosen yang tiada ketegasan persuasif dalam memberikan tugasnya kepada mahasiswa untuk memperkaya data dari perpusnya. Kariyawan perpustakaan yang terlihat begitu santai nrimo ing pandom. Seolah belum memperlihatkan glagat progresif-proaktifnya untuk lebih mengupayakan peninggkatan pengujung perpus. Mahasiswa-mahasiswa yang telah tergantikan tugasnya melalui model kopi paste dari internet tak pula menyampakan keluhannya, kenapa mereka mencoba lupa akan keberadaan perpusnya. Inilah kejadiannya yang dapat kita persoalkan !
       Peningkatan pelayanan pegawai perpustakaan dalam menarik minat baca mahasiswa perlu kita evaluasi bersama agar tercapainya lembaran akademisi yang lebih, lebih, dan lebih berwawasan lagi. Mungkin, sebuah pertemuan terbuka untuk membahas efektivitas keberadaan perpus di sana perlu kita coba. Tak lupa perlulah kita untuk menghadirkan para dosen, dekanat, rektorium, pegawai perpus, dan mahasiswa dalam pertemuan tersebut.
       Tak boleh ada individualistis kepentingan pribadi. Toh jika perpus mulai meramai, sangat mungkin minat baca pun akan semakin tinggi. Ketika minat baca semakin tinggi, transformasi pengetahuan mahasiswa pun semakin membaik. Ketika pengetahuannya semakin membaik ya kampusnya pun ikut lebih membaik. Kalau kampusnya membaik namanya akan terbang kelangit-langit pendidikan nantinya. hahahaha

0 komentar:

Posting Komentar

silahakan tambahakan komentar anda