Mengenal Perpustakaan
Perpus merupakan sebutan singkat dari perpustakaan. Dimana dalam UU
Perpustakaan No 43 Tahun 2007 dijelaskan pada pasal 1; “Perpustakaan adalah
institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam
secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan,
penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.”
Tujuan
keberadaan perpustakaan disinggung pula dalam pasal selanjutnya. Dimana keberadaan perpustakaan bertujuan memberikan layanan
kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan
pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sedangkan
untuk jenisnya, terdapat 3 garis besar yang dapat kita ketahui. Yaitu, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan umum, Perpustakaan
khusus. Dimana perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan
secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga
masyarakat, lembaga pendidikan, keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain.
Apbila dikaitkan dengan keberadaan kampus Universitas
Trunojoyo Madura (UTM), disana juga ada sebuah perpustakaan khusus yang lumayan
besar. Perpustakaan yang bernaung diantara bangunan pemecah langit yang berlantai
5. Namun praksisnya, apakah perpustakaan disana sudah sesuai dengan tujuan
keberdaannya seperti yang di inginkan UU 43 Tahun 2007 pasal 4? Apakah memeng
belum sama sekali ataukah memang sedang dalam masa proses penggarapan. Hal ini
yang nantinya akan kita bahas dalam sub bab berikutnya.
Apa Yang Wajar
Menurut Lasa (2009:263), keberadaan perpustakaan diperkirakan telah ada sejak 5000 tahun yang lalu. Sedangkan menurut Nurhadi (1983:15), sejarah perkembangan perpustakaan telah ada sejak sebelum Masehi. Begitu lamannya awal
kemunculan keberadaan perpustakaan di dunia ini. Maka sudah suatu kewajaran
lagi keharusan untuk merekonstruksi ulang setiap manajemen atau sistem
keperpustakaan yang sekiranya dianggap kurang wajar, apalagi malah menjauhi
esensi tujuan keberadaannya. Dan hanya ada satu jawaban, “Berbenah dan berbenah kembali. Sebab tak lain keberadaan perpus adalah
salah satu wujud pengabdian bangsa dalam mencerdaskan generasi bangsa.”
Untuk melanjutan pembahasan, Perpus UTM dapat kita artikan
sebagai sebuah tempat yang
menandakaan terdapatnya bertumpuk-tumpuk buku di sana. Tempat yang di identikan menjadi tujuan knowlage
center (pusat
keilmuan). Mengingat banyaknya
informasi-informasi yang terkover disana secara soft
dan hard copy. Karena memang pada dasarnya perpustakaan
merupakan sebuah tempat rujukan Primer setelah Internet bagai setiap mahasiswa UTM ketika
sedang
membutuhkan data-data informasi tambahan secara khusus.
Lalu dalam faktanya, apakah
perpustakaan di kampus UTM memang benar-benar sudah memenuhi tujuannya? Sudah,
tapi belum sempurna rasanya. Peningkatan minat baca di golongan cendekiawan
(mahasiswa) dan lebih meramaikan pengunjung, kiranya menjadi permasalahan urgen
untuk dibicarakan.
Secara pandangan sekilas, memang terlihat ada peningkatan pengunjung
perpustakaan antara tahun 2011 hingga 2014. Itu hal yang bagus bukan. Repositition of area, semakin lengkapnya
stock data, modernisasikan fasilitas pelayanan, tata kelola ruang, keramahan
penjaganya dapat pula menjadi penunjangnya selama ini.
Dilain sisi, apakah semakin meningkatnya jumlah mahasiswa yang
diterima setiap tahunnya akan diiringi semakin meningkatnya pengunjung perpus
di sana dan minat baca. Dimana pada tahun 2014 saja telah tertampung kurang
lebih 10.000 mahasiswa di sana. Tapi, pernahkah selama ini anda menjumpai
tempat tersebut terlihat over load
pengunjungnya alis mbuak-mbuak, gak amot.
Antara tahun 2011 hingga 2013, lebih dari 2000 mahasiswa
diterima pertahunnya. Dan mereka di suruh membuat kartu perpus idealnya. lantas
seimbangkah peredaran kartu perpus dengan jumlah pengunjung perpus selama ini?
Ini yang justru menjadi Pr kita.
Langit membiru menyombong menyaksikan jeritan buku-buku.
Manusia-manusia padai mulai meninggalkan apa yang semestinya menjadi tanggung
jawab moralnya. Beberapa penjaga bertingkah bagai penjual buku yang agak tak
lues untuk menjajakan jualannya kepada para penikmat (konsumen) buku.
Ruang-rung penitipan barang tertawa gentir karena rumahnya tak sering untuk diusik.
Beberpa buku yang menangis meratapi hakikatnya terkebiri. Rak-rak penitipan
barang mengeraskan sombongnya dan berkata “aku
ra urus, polae seng butoh sopo ! ” Sekotak-kotak kartu tersimpan rapat pada
dompet yang semakin menipis tiada isinya. Nama-nama buku, pengarang, penerbit
mulai digantikan dengan nama asal media maya.
Jadi, wajarkah itu semua?
Keputusan Jalan Maju
Ketika kita mampu mendengar tangisan perpus yang kian
terasingkan keberadaannya. Maka para pegawainya, mahasiswanya, rektoriumnya,
dosennya pun perlu kita ajak bicara baik-baik kedepannya. “Adakah permasalahan manajemen di sana? Ulah siapakah jika keadaan
perpus terlihat sepi? Lalu, bagaimana cara mengulas permasalah yang ada agar
perpus meramai dan minat baca semakin tinggi?” Setidaknya isu pertanyaan
seperti inilah yang kita diskusikan kepada setiap steg holder di kampus UTM.
Rektorium yang tak pernah sekalipun dijumpai meninggalkan
pesan moral kepada mahasiswanya untuk mengunjungi gedung knowlage
center. Dosen-dosen yang tiada ketegasan persuasif dalam memberikan tugasnya
kepada mahasiswa untuk memperkaya data dari perpusnya. Kariyawan perpustakaan
yang terlihat begitu santai nrimo ing
pandom. Seolah belum memperlihatkan glagat progresif-proaktifnya untuk
lebih mengupayakan peninggkatan pengujung perpus. Mahasiswa-mahasiswa yang
telah tergantikan tugasnya melalui model kopi paste dari internet tak pula
menyampakan keluhannya, kenapa mereka mencoba lupa akan keberadaan perpusnya.
Inilah kejadiannya yang dapat kita persoalkan !
Peningkatan pelayanan pegawai perpustakaan dalam menarik minat
baca mahasiswa perlu kita evaluasi bersama agar tercapainya lembaran akademisi
yang lebih, lebih, dan lebih berwawasan lagi. Mungkin, sebuah pertemuan terbuka
untuk membahas efektivitas keberadaan perpus di sana perlu kita coba. Tak lupa
perlulah kita untuk menghadirkan para dosen, dekanat, rektorium, pegawai
perpus, dan mahasiswa dalam pertemuan tersebut.
Tak boleh ada individualistis kepentingan pribadi. Toh jika
perpus mulai meramai, sangat mungkin minat baca pun akan semakin tinggi. Ketika
minat baca semakin tinggi, transformasi pengetahuan mahasiswa pun semakin
membaik. Ketika pengetahuannya semakin membaik ya kampusnya pun ikut lebih membaik.
Kalau kampusnya membaik namanya akan terbang kelangit-langit pendidikan nantinya.
hahahaha
0 komentar:
Posting Komentar
silahakan tambahakan komentar anda