Minggu, 13 Juli 2014

SEJARAH 12 MEI KU


Penulis, “Tak ada orang yang dalam hidupnya tak pernah terasingkan. Muncul dengan asing hilang dengan asing
       Namaku Ma. Aku adalah mahasiswa universitas Kerajaan Timur Jawa. Sekarang aku telah bersiap-siap mengakhiri ajaran matakuliah. Karena sekarang sudah semester 6. Di sini aku masuk Jurusan ekonomi Syariah atau sering juga teman-temanku menyebutnya “Ekonomi Islam”. Kebiasaanku ditahun terakhir ini selain fokus matakuliah semester akhir, aku hanya masuk dan masuk dibeberapa organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tingkat fakultas serta universitas, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), Organisasi Eksternal kampus dan beberapa komunitas.

       Masuk pada beberapa organisasi dengan tujuan mencari ilmu terkadang menjadikan diri kita linglung tak konsisten. Kedalaman dan keloyalan kita ketika menceburkan diri ke organisasi tersebut selalu menjadi masalah yang unik untuk dibahas sampai sekarang. Mungkin kalau diibaratkan ilmu yang masuk, kemungkinan terbesar kita hanya sedikit tahu organisasi itu tepatnya.
       Sebagai ibarat, ‘ada seorang pengemudi Kereta Api pengantar beras yang saat ini berjalan-jalan melewati jalurnya. Ketika itu ia selalu berfikir bagaimana caranya agar mendapatkan untung besar ? Akhirnya, kereta itu menambah 5 sampai 7 Gerbong yang awalnya hanya 1 gerbong. Biasanya dengan 1 gerbong kereta itu dapat berlari dengan kecepatan 100 Km/Jam. Tetapi semenjak gerbongnya ditambah, kereta itu hanya mampu melejit dengan kecepatan 40-65 Km/Jam. Lalu, menurutmu apakah tidak rugi waktu nantinya jika proses ini selalu berlaku.
       Dalam ibaratku diatas bukan berarti si pengemudi kereta api awalnya hanya terfokus pada satu misi, cepat sampai. Lalu pada priode kedua pengemudi terfokus pada dua misi, cepat sampai dan untung besar. Tapi ternyata dalam prosesnya pengemudi ternyata mengeluarkan ongkos perawatan yang sangat tinggi dalam perjalanannya.
       Itu lah yang dulu aku rasakan, sebelum aku mengetahui hobi dan dan kesukaanku. Tapi kini aku sudah mengetahui hobi dan kesukaanku, membaca dan tulis menulis. Suatu harapan yang saat ini masih aku asah karena baru aku temukan sekitar semester empat lalu. dan hobi tersebut aku pondasikan sebagai sebuah pengabdian untuk negeri.
       Ketika, itu sebelum tanggal 12 Mei atau awal masuk semester lima aku berfikir untuk keluar masuk di berbagai organisasi. Tak sangka, mulai awal semester satu aku pernah masuk Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia atau GMNI, Ikatan Mahasisawa Muhammadiyah (IMM), Himpunan Mahasiswa Prodi Ekonomi Syariah (Himaesya), UKM Riset, UKM Al-Ahzam, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) FANATIK, comunitas Orang Indonesia (Oi), Komunitas Pemuda Peduli Bangsa (KPPB. Ku pikir aku akan banyak wawasan nantinya dengan mengikuti banyak organisasi. Ternya benar, tapi hanya separuh saja. hehehe
       Tiba waktunya aku mulai mengerti tentang bagaimana rasanya dituntut dengan kefokusan. Dimasa itulah aku mencoba mengambil kesipulan bahwa “selama ini aku hanya berkutat pada kulit bukan isi.” Lalu, aku merengsek mengambil kesimpulan pada malam itu, “mulai besok pagi aku akan keluar dari semua organisasi yang hari ini masih nempel pada bajuku,” derapku dalam suasana hening saat itu.
       Mungkin sudah lama sekali aku mengasingkan diri dan meresa  diasingkan oleh orang-orang organisatoris karena pemikiranku yang semaune dewe. Organisasi bukan batu loncotan tapi bagaimana caranya aku menemukan hobi dan kesukaanku kala itu. Kala itu pula aku hilir mudik dari organisasi, mulai menemukan pemaknaan tentang suatu ideologi, menganggur hanya numpang nama pun pernah aku lakukan. Tapi sekalipun aku tak moncoba berfikir sebagai oportunis, kalau skeptis mungkin bisa jadi. Dan itu pun atas keragu-raguanku pada berbagai hal di organisasi tersebut.
       Muncul dengan asing hilang dengan asing.” Kini aku alami. Kebiasaan lumrah tanpa beban mental menelaah pemikiranku. Ringan kepala-tanganku. Kemana saja santai. Inilah kenyataannya. Berfokus pada satu organisasi merupakan keharusanku saat ini. tiada rasa untuk berpaling. Yang ada menuli-menulis dan menulis, serta membaca. Itulah kunci hobiku kini.
       Terpisah, aku sadar mata-mata kurawa dan pandawa memata-mataiku dari ujung altar. Kepicikanku menjadikan aib bagi golongannya. Keberpihakan mereka mungkin benar munkin juga kurang benar. Kebebasan yang kurasa tak lebih dari jiwa yang selama ini terkurung dalam sangkar bersi tiada celah. Lalu jiwa itu dengan seketika dapat terbang, terlepas dari sangkar besi tersebut. Jiwa itu belajar menyusuri sungai nil, amazon, ciliwung dsb. Namun mata mereka tetap merunyam ketika melihatku. Sembari kesabaran menguji, ketabahan yang kua ajak berlari sejauh mungkin dari mereka, kesombongan yang aku tenggelamkan, amarah yang ku gadaikan pada tiang-tiang Suramadu. Aku melangkah dan memohon kerendahan hati kepada mereka, “kataku tak selembut katamu, lakuku tak sebaik lakumu, aku hanyalah insan yang jiwanya baru saja terbebas. Jiwa bertemu jiwa bersemayam dalam raga, mengintai sukma dan nafsu. Lalu bertempurlah setan dan malaikat di dalamnya. Dan sebelum setan menang dari kancah peperangan beserta ratusan juta pasukannya yang mengepung 2 atau 3 malaikat. Disitulah aku mengantarkan sebungkus kota suci, kota yang berkilauan. Cahayanya seterang bapak surya. Kota yang selalu berpandang kalem. Dan di dalamnya berisi suara kemanusiaan serta permintaan maaf.
       Setelah itu, kuharap kotak itu dapat kalian simpan dan kalian pahami keseluruhannya. Trimakasih.

0 komentar:

Posting Komentar

silahakan tambahakan komentar anda