Senin, 22 September 2014

BANTARAN CANDANA SAUDARAKU

Candana ! Tak ada abdi dalem di sebuah bantaran. Wilayah selebar tanah pacuan, penuh kehangatan peristiwa. Dari kejauhan wilayah itu menyala-nyala. Terlihat saling senyum tawa-bahagia kedua manusia dibalik kamarnya. Dialah saudaraku yang sedang bertugas mengantarkan kehendak dari negeri kebodohan.
Ia duduk diatas kasur empuk dari kulit keperjakaan. Berranjang, di singgasana kabut kenikmatan tiada tara ukurannya. Begitu lamanya waktu dipakai tak kembalikan pada tempat awalnya. Dimana bibir-bibir melekat pada kulit yang bingar melingkar disetiap tulang belulang manusia. Pantat yang bergoyang-goyang karenan ayunan tangan. Mata yang tak hentinya berkedip mengikuti suara genderang bayang. Satu diantara kedua kaki menari-nari bersamaan nyanyian sendu sang bibir saat menikam rasa dari dalam dada. Sedang pusat manusia berlarian keluar masuk dari pintu surga yang sudah diidamkan.
Lorong sunyi dikunci oleh sang nafsu. Agar syetan pengganggu tak mengusiknya sekali waktu. Lampu yang menyala siang malam. Tisu-tisu yang menumpuk pada tempat sampah. Beberapa air dan camilan  begitu sabar menunggu giliran. Kringat-kringat begitu riang menyusuri lekukan setapak padang kemanusiaan. Rambut yang berpaling kesana kemari bak sebuah kincir yang selalu memutar kala angin menerpanya. Kipas angin tak henti-hentinya meniupi, mengusir gerahnya suasana.
Angka tak bernyawa yang berbicara pada saatnya nanti. Untuk para punggwa raja dari golongannya. Biar mereka mengawal Bulan dan Surya kala hari. Sekejap mata melihat, pahamlah apa yang harus diberikan. Dibawalah harapan kedua manusia ke negeri kayangan.
Inilah jalan kita. Jalan menuju ketenangan batin. Tak ada yang mengusik. Tak berani pula kita melanggar kesepakatan kebaikan hati ajudan para raja.
Esok begini-hari ini pun seperti esok nanti. Ikatan ini yang dicari, biar tak lepas burung dalam sangkar emas. Biar tak pulang burung pipit pada tanah asal. Asal kita berdua lega bisa melihat air mancur setiap hari turun dari pangkuan alam. Dengan begitu sudah cukuplah rasa rindu diobati.

Bangkalan, 21 September 2014

0 komentar:

Posting Komentar

silahakan tambahakan komentar anda