Semua
orang tentu memiliki pola dan cara yang berbeda-beda dalam mencapai titik ujung
pemikirannya. Sehingga ia dapat menyimpulkan sesuatu yang dilihat, dirasakan, didengar
dan dipikirkan. Terkadang proses pencapaian itu pun membutuhkan pengorbanan harta,
waktu, keluarga serta pertemanan.
Menuju
sebuah titik ujung pemikiran hingga mencapai hipotesis jelas tidak semudah
membalikan telapak tangan. Semuanya memerlukan cara dan strategi khusus
(metode). Pabila metode yang digunakan dalam mencapai kurang tepat maka
hasilnya juga kurang sempurna. Anak kecil yang baru tahu rasanya anggur dapat
menyimpulkan kalau rasanya anggur itu manis, tentu ia melalui berbagai metode. Percobaan
dan menikmati.
Sudah
sulit proses pencapaiannya sulit pula mempertanggung jawabkannya. Itulah
realitasnya. Jika apa yang dihasilkan untuk dikonsumsi pribadi mungkin tak jadi
soal. Beda halnya bila hipotesis tersebut berharap dapat dikonsusmsi orang
lain. Semuanya perlu dipersiapkan betul pola komunikasinya. Apakah yang akan
disebarkan itu dapat diterima orang atau belum. Disitulah perlunya pemetaan
secara khusus. Artinya memposisikan informasi (hipotesis) agar sesuai dengan kadar
kemampuan si penerima itu sangat penting. Sebab pada praktinya tak jarang
seorang petani, atau buruh pabrik apabila mendapat informasi yang berbau ilmiah
mereka akan sulit menerima. Salah-salah ditolak mentah-mentah. Begitupun
sebaliknya, sebuah informasi yang dilahirkan sekelas petani terkadang mental
dari belanga pengetahuan seorang dokter atau ahli pertanian sekali pun.
Begini
dan begitulah adanya yang kita ketahui. Mungkin kita semua masih ingat seorang
yang amat bijaksana lagi agung namanya, Socrates (w.399). Dimana pemikirannya
banyak mempengaruhi orang-orang besar setelahnya. Ketika ia memperkenalkan
hiposis yang ia peroleh kepada masyarakat ternyata ia malah dicaci dan dihina
sampai-sampai dianggap orang gila pada jaman itu. Hingga ternyata nyawanya pun
melayang di hadapan racun camar pada akhirnya. Begitupun seorang lelaki dari Timur
Tengah yang amat masyhur wawasan perenungan dan pengalaman spiritualnya. Tapi
sayang, umurnya sirna ditempa besi tajam. Sampai kepalanya lepas dari badannya.
Begitu
perlunya berhati-hati dalam menyebarkan hipotesis yang kita peroleh. Jangan
sampai kita mencoba memaksakan apa yang kita anggap baik kepada masyarakat yang
memang belum mampu menerima apa yang kita peroleh. Bila hipotesis itu tak
bertentengan dengan budaya, etika, dan moral masyarakat setempat maka itu tak
jadi soal untuk disampaikan. Meski demikian, komunikasi dalam mengularkan informasi yang kita peroleh
tetap perlu diperhatikan. Semoga ada dapat menjadi yang lebih sempurna dalam
praktiknya.
0 komentar:
Posting Komentar
silahakan tambahakan komentar anda