Senin, 29 September 2014

HIRUK-PIKUK HIPOTESIS (Informasi)

Semua orang tentu memiliki pola dan cara yang berbeda-beda dalam mencapai titik ujung pemikirannya. Sehingga ia dapat menyimpulkan sesuatu yang dilihat, dirasakan, didengar dan dipikirkan. Terkadang proses pencapaian itu pun membutuhkan pengorbanan harta, waktu, keluarga serta pertemanan.
Menuju sebuah titik ujung pemikiran hingga mencapai hipotesis jelas tidak semudah membalikan telapak tangan. Semuanya memerlukan cara dan strategi khusus (metode). Pabila metode yang digunakan dalam mencapai kurang tepat maka hasilnya juga kurang sempurna. Anak kecil yang baru tahu rasanya anggur dapat menyimpulkan kalau rasanya anggur itu manis, tentu ia melalui berbagai metode. Percobaan dan menikmati.
Sudah sulit proses pencapaiannya sulit pula mempertanggung jawabkannya. Itulah realitasnya. Jika apa yang dihasilkan untuk dikonsumsi pribadi mungkin tak jadi soal. Beda halnya bila hipotesis tersebut berharap dapat dikonsusmsi orang lain. Semuanya perlu dipersiapkan betul pola komunikasinya. Apakah yang akan disebarkan itu dapat diterima orang atau belum. Disitulah perlunya pemetaan secara khusus. Artinya memposisikan informasi (hipotesis) agar sesuai dengan kadar kemampuan si penerima itu sangat penting. Sebab pada praktinya tak jarang seorang petani, atau buruh pabrik apabila mendapat informasi yang berbau ilmiah mereka akan sulit menerima. Salah-salah ditolak mentah-mentah. Begitupun sebaliknya, sebuah informasi yang dilahirkan sekelas petani terkadang mental dari belanga pengetahuan seorang dokter atau ahli pertanian sekali pun.
Begini dan begitulah adanya yang kita ketahui. Mungkin kita semua masih ingat seorang yang amat bijaksana lagi agung namanya, Socrates (w.399). Dimana pemikirannya banyak mempengaruhi orang-orang besar setelahnya. Ketika ia memperkenalkan hiposis yang ia peroleh kepada masyarakat ternyata ia malah dicaci dan dihina sampai-sampai dianggap orang gila pada jaman itu. Hingga ternyata nyawanya pun melayang di hadapan racun camar pada akhirnya. Begitupun seorang lelaki dari Timur Tengah yang amat masyhur wawasan perenungan dan pengalaman spiritualnya. Tapi sayang, umurnya sirna ditempa besi tajam. Sampai kepalanya lepas dari badannya.
Begitu perlunya berhati-hati dalam menyebarkan hipotesis yang kita peroleh. Jangan sampai kita mencoba memaksakan apa yang kita anggap baik kepada masyarakat yang memang belum mampu menerima apa yang kita peroleh. Bila hipotesis itu tak bertentengan dengan budaya, etika, dan moral masyarakat setempat maka itu tak jadi soal untuk disampaikan. Meski demikian, komunikasi dalam mengularkan informasi yang kita peroleh tetap perlu diperhatikan. Semoga ada dapat menjadi yang lebih sempurna dalam praktiknya.

0 komentar:

Posting Komentar

silahakan tambahakan komentar anda