Siapa yang
menyangka kalau kampus Universitas Trunojoyo Madura (UTM) telah mampu melewati
berbagai proses perubahan. Sejak dari Universitas Bangkalan (Unibang) hingga
sekarang, UTM. Banyak hal yang selama ini kita lalui. Mulai dari transformasi antar
jajaran pimpinan, rekonstruksi pembangunan, peningkatan pendapatan kampus,
penambahan kuantitas mahasiswa, pemenuhan perlengkapan sarana-prasarana belajar
mengajar sampai pada perubahan sistem birokrasi yang serba mini saat itu, hingga
bersekala besar seiring meningkatnya jumlah mahasiswa. Kita pun mengalaminya. Dapat
dibilang kampus kita telah mengalami pergantian wajah secara signifikan.
Sangat
dimungkinkan, bahwa pelegalan kelembagaan dari swasta menjadi negeri adalah
salah satu pendongkrak percepatan perubahan tersebut.
Semenjak kampus
kita menjadi negeri semuanya berubah. Saya pernah mendengarkan sebuah obrolan
lepas seperti ini, “mas, kita patut bersyukur dengan pencapaian kita selama
ini. Bahwa semenjak kita menjadi negeri, bantuan dikucurkan begitu besar oleh
kementrian. Dan inilah wajah kita sekarang. Bangunan serba megah. Apalagi
kantor pusatnya, satu-satunya gedung tertinggi di Madura. Masalah
keamanan, kampus kita sudah lebih berani memperlihatkan eksistensinya untuk
lebih meningkatkan jaminan kenyamanan di kampus. Belum lagi berbagai
macam beasiswa yang telah digelontorkan untuk para pengajar yang ingin
melanjutkan kuliah dan mahasiswanya selama ini.”
Percaya
atau tidak, akibat perubahan tersebut
kampus kita telah memiliki nilai tawar lumayan tinggi diluaran sana, minimal se
wilayah Jawa Timur. Pada tahun 2014, terdapat calon mahasiswa baru yang mencoba
manaruh kepercayaannya di UTM. Tak tanggung-tanggung, 26.000 calon mahasiswa
baru. Tapi sayang, kampus kita hanya mampu memuat tak lebih dari 3.500
mahasiswa. Angka yang lumayan fantastik bagi saya. Karena saya tahu bagaimana
susahnya membuat dan membangun brad dari Madura.
Saat ini kita
memiliki berjumlah total mahasiswa sekitar kurang lebih 15.000. Dan dari
paragraf diatas, saya menyebutkan angaka 26.000, namun yang diterima adalah tak
lebih dari 5.000 orang. Maklum, hal tersebut diakibatkan gara-gra permasalahan
klasik. Pertama, masalah kapasitas ruangan. Dimana jumlah raungan yang
tersedia belum sepenuhnya dapat mengimbangi jumlah mahasiswa yang ada. Seperti
kemarin, saat proses belajar mengajar dimulai untuk pertma kalinya setelah
mahasiswa melakukan pemrograman Kartu Rencana Studi (KRS). Beberapa jurusan
mengalami bentrokan kelas. Tak banyak, memang. Tapi perlu juga untuk kita
cermati bersama.
Yang kedua,
masalah ketersediaan tenaga pengajar (dosen). Memang selama ini penambahan
dosen kontrak ataupun tetap telah sering diupayakan. Namun ternyata masih belum
sepenuhnya mampu memenuhi kekurangan yang ada. Terbukti dibeberapa jurusan,
terdapat dosen yang mengajar melebihi Satuan Kredit Semester (SKS) yang telah
ditentukan.
Lalu secara
terpisah, pada akhir tahun 2014 mendatang UTM akan melakukan pergantian dan
pengangkatan rektor baru menggantikan rektor sebelumnya.
Kembali ketopik
awal. Saya kira kampus kita telah memiliki brand saat ini. Untuk lebih
membumingkan brand UTM baik di lingkup regional, nasional atau pun internasional.
Permasalah ruang kuliah dan jumlah tenaga pengajar, kedepannya semoga dapat
dibahas dan diselesaikan dengan serius. Selain itu, rektor terpilih diharapkan dapat
memberikan perubahan-perbaikan yang lebih eksistensial dan esensial demi kampus
kita.
Demi
tercwujudnya kampus yang sesuai harapan. Mari kita bersama-sama menyongsong
hari ini dengan keseriusan. Apa yang ada dihadapan kita, mari kita selesaikan,
kita nikmati sebaik mungkin.
La raiba-Bangkalan, 17 September 2014
Apalagi perpustakaan umum, utuk sebuah kampus negeri tdk layak klw perpusx seperti itu.
BalasHapusadik bisa ngomong begitu.. datanya dari mana ya adik mustawan
BalasHapus