Senin, 08 September 2014

WAJAR APABILA TERDAPAT MISS KOMUNIKASI

Kami hanyalah warga UTM yang masih seumur jagung yang tahunya dan bisanya komentar dibalik realitas melalui tinta. Kemarin tanggal 8 September 2014 kampus kami telah melaksanakan proses penjaringan, penyaringan bakal calon dan sebentar lagi pemilihan serta pengangkatan rektor baru untuk 4 tahun medatang.

Setahu kami proses penyaringan melalui pemilihan umum yang digelar dengan mengikut sertakan dosen-kariyawan PNS, dosen-kariyawan kontrak, dan mahasiswa akan terjadi apabila daftar bakal calon yang terdaftar saat penjaringan lebih dari 3 bakal calon. Setelah itu, untuk dipilih sebanyak-banyaknya 4 calon sebagai keberlanjutan ke proses pemilihan dan pengangkatan rektor oleh senat (dengan persentase 65 % suara) dan mentri (dengan persentase 35 % suara).
“Namun kemarin inikan calonnnya Cuma tiga !” gumam seorang mahasiswa yang sedang asik menikmati secangkir air hitam disebelah kami, didekat warung kopi.
“Lalu bagaimana toh kampus ini,” lanjut mahasiswa tersebut sambil mengguyup kopinnya.
Kami mendengarkan betul clentukan-cletukan mereka. Namun karena jarak yang terlalu jauh kami hanya bisa mendengar sepotong-potong dan tak lengkap.
Walau pun dalam Permendikbud Nomor 33 Tahun 2012 sudah dijelaskan bagaimana prosesnya. Kami rasa kampus kami tak melakukan penyimpangan. Sebab bagi kami mereka punya alasan tersendiri yang mungkin kami tak tahu pasti. Menurut kami, diselenggarakanya pemilu rektor yang calonnya cuma 3 dikarenakan beberapa alasan; pertama, karena kita (warga kampus) sudah terbiasa dengan pemilu rektor. Jadi sangat tidak etis bila pemilu tersebut ditiadakan secara mendadak. Lagian apa salahnya jika kita meramaikan pemilu rektor yang hanya 4 tahun sekali berlangsung. Kedua, proses tersebut setidaknya dapat memberikan study komparasi para senat dan mentri dalam melakukan pemilihan rektor nantinya.
Tapi lha wong namanya warga yang segitu banyaknnya, ada saja yang berfikiran reno-reno. “Kenapa harus dilaksanakan sih, kan eman uangnya. Dari pada begitu mending dibuat bantuan biaya pendidikan para dosen yang lagi studi lanjut atau untuk perbaikan fasilitas prasarana kampus, atau untuk bantuan beasiswa khusus mahasiswa atau untuk infak buku kuliah mahasiswa atau untuk amal sembako yang diberikan pada satpam, klining service atau dosen kontrak gitu, atau apalah gitu. Kan selain eman dana, juga eman waktu. Meskipun tak membuang banyak waktu tapi tetaplah ada waktu yang tersita selama beberapa menit untuk melakukan pencontrengan”. Gumaman beberapa warga kampus disekitar kami.
Bagi kami, kami sangat menghargai alasan kontra mereka, karena mereka sama-sama sebagai warga yang sama pula hak bicaranya seperti kami. Walau bagaimana pun, nasi sudah menjadi bubur, para senat juga tentu punya alasan yang lebih matang dari kami. Kami percaya, pemilu yang kemarin dilaksanakan ndak mungkin bersifat asal-asalan. Dan hal yang sangat wajar apabila terdapat miss komunikasi dalam setiap keputusan dan kebijakan.

0 komentar:

Posting Komentar

silahakan tambahakan komentar anda