Kami hanyalah warga UTM yang masih
seumur jagung yang tahunya dan bisanya komentar dibalik realitas melalui tinta.
Kemarin tanggal 8 September 2014 kampus kami telah melaksanakan proses
penjaringan, penyaringan bakal calon dan sebentar lagi pemilihan serta pengangkatan
rektor baru untuk 4 tahun medatang.
Setahu kami proses penyaringan
melalui pemilihan umum yang digelar dengan mengikut sertakan dosen-kariyawan
PNS, dosen-kariyawan kontrak, dan mahasiswa akan terjadi apabila daftar bakal
calon yang terdaftar saat penjaringan lebih dari 3 bakal calon. Setelah itu, untuk
dipilih sebanyak-banyaknya 4 calon sebagai keberlanjutan ke proses pemilihan
dan pengangkatan rektor oleh senat (dengan persentase 65 % suara) dan mentri
(dengan persentase 35 % suara).
“Namun kemarin inikan calonnnya
Cuma tiga !” gumam seorang mahasiswa yang sedang asik menikmati secangkir air
hitam disebelah kami, didekat warung kopi.
“Lalu bagaimana toh kampus ini,”
lanjut mahasiswa tersebut sambil mengguyup
kopinnya.
Kami mendengarkan betul
clentukan-cletukan mereka. Namun karena jarak yang terlalu jauh kami hanya bisa
mendengar sepotong-potong dan tak lengkap.
Walau pun dalam Permendikbud Nomor 33 Tahun 2012 sudah dijelaskan bagaimana prosesnya. Kami rasa
kampus kami tak melakukan penyimpangan. Sebab bagi kami mereka punya alasan tersendiri
yang mungkin kami tak tahu pasti. Menurut kami, diselenggarakanya pemilu rektor
yang calonnya cuma 3 dikarenakan beberapa alasan; pertama, karena kita (warga kampus) sudah terbiasa dengan pemilu rektor.
Jadi sangat tidak etis bila pemilu tersebut ditiadakan secara mendadak. Lagian
apa salahnya jika kita meramaikan pemilu rektor yang hanya 4 tahun sekali
berlangsung. Kedua, proses tersebut
setidaknya dapat memberikan study komparasi para senat dan mentri dalam melakukan
pemilihan rektor nantinya.
Tapi lha wong namanya warga yang segitu banyaknnya, ada saja yang
berfikiran reno-reno. “Kenapa harus dilaksanakan sih, kan eman
uangnya. Dari pada begitu mending dibuat bantuan biaya pendidikan para dosen
yang lagi studi lanjut atau untuk perbaikan fasilitas prasarana kampus, atau
untuk bantuan beasiswa khusus mahasiswa atau untuk infak buku kuliah mahasiswa
atau untuk amal sembako yang diberikan pada satpam, klining service atau dosen
kontrak gitu, atau apalah gitu. Kan selain eman dana, juga eman waktu. Meskipun
tak membuang banyak waktu tapi tetaplah ada waktu yang tersita selama beberapa
menit untuk melakukan pencontrengan”. Gumaman beberapa warga kampus
disekitar kami.
Bagi kami, kami sangat
menghargai alasan kontra mereka, karena mereka sama-sama sebagai warga yang
sama pula hak bicaranya seperti kami. Walau bagaimana pun, nasi sudah menjadi
bubur, para senat juga tentu punya alasan yang lebih matang dari kami. Kami
percaya, pemilu yang kemarin dilaksanakan ndak mungkin bersifat asal-asalan.
Dan hal yang sangat wajar apabila terdapat miss
komunikasi dalam setiap keputusan dan kebijakan.
0 komentar:
Posting Komentar
silahakan tambahakan komentar anda