Pertanyaannya
:
1. Firman,
“wama romaita idz romaita walakinnallaha
roma” Bagaimana maknanya ayat tersebut dan kaitkan dengan konsep perbuatan
manusia dalam pandangan aliran kalam Qadariyah?
2. Allah
memiliki sifat Baqa’ (kekal) dan
disisi lain allah mensifati surga dan neraka juga dengan kekekalan. Lalu dimana
letak perbedaan kekekalan tersebut?
3. Allah
menciptakan segala yang ada di bumi dengan berpasang-pasang. Apa kebalikan
konsep al manzilatu bainal manzilatain dalam perspektif aliran kalam Mu’tazilah. Lalu jelaskan latar belakang
tibulnya dasar tersebut?
Jawabannya
:
1. An
nahl ayat 17, berbunyi “wama romaita idz romaita walakinnallaha
roma” yang
artinya Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama
dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)?. Maka mengapa kamu tidak
mengambil pelajaran.
Menurut tafsir ulama’ fiqih, ayat tersebut
secara historis menjelaskan tentang ketidak mampuan para patung atau pembuat
patung dalam menciptakan/ berkuasa atas segala apa pun. Karena kuasa atas yang
Ia ciptakan, itu karena Kuasa-Nya. Bahkan Allah
menyebutkan ciptaan-Nya dan meberikan kenikmatan-enikmatan kepada ciptaan-Nya.
Maka tidak ada yang serupa dan sebanding dengan-Nya seperti halnya
patung-patung sekali pun. Dengan begitu kamu dapat menyadari bahwa yang
menciptakan itulah yang berhak untuk sembah/ditaati secara utuh.
Sedang
dalam ajaran sufi/ tasawwuf, ayat tersebut bermakana lain. Terutama jika
dilihat dalam kaca mata aliran kalam Qadariyah. Karena mereka menggap bahwa
segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan, artinya tanpa campur
tangan Tuhan. Maka dari itu, menurut saya pemikiran tersebut juga tak
sepenuhnya benar. Karena meski bagaimana pun, jika setiap perbuatan manusia
dipahami dengan hukum kausalitasnya atau sebab-akibat/asal-muasal Ibnu Sina
(seorang tokoh Sufi dan Filsafat islam), jelas pada akhirnya setiap kehendak
manusia tergantung kehendak Allah. Seperti halnya kita makan, minum, tidur dan
hidup sekali pun. Semua atas kehendak Allah dapat terlaksana.
Tapi terkadang pandangan mereka ada
benarnya juga saat dihadapkan dengan hadis qudsi, “Prasangka Allah tergantung
Prasangka hambanya.” Seperti orang yang bunuh diri dengan cara minum racun
serangga, menabrakan diri pada kereta api, makan nasi 3 piring, minum satu gallon.
Maka tanpa dilihat secara mendalam, secara umum manusia bakal kenyang jika bun
uh diri dengan cara tersebut dan bakal kenyang jika makan dan minum secara
demikin.
Jadi bagi saya, intisari ayat dan paham
aliran kalam Qodariayah tersebut harus mampu dipahami secara kontekstual
kekinian saja. Tergantung dasar kita memandang suatu permasalah yang ada secara
syariyah ilimah, syariah otodoks atau tasawuf (sufi).
2. Bagi
Allah, baqa’ adalah sebuah sifat
kekekalan yang tiada kefanaan. Karena pada dasarnya, seperti yang telah
diintisarikan oleh hadis Qudsi, “sesungguhnya Selain Allah adalah Mahluk.” Begitupun
Syuga dan neraka. Selain itu perlu ingat bahwa tiap-tiap sesuatu pasti binasa,
baik atom, partikel, jagat raya, surge dan neraka. Itu akan terjadi saat sangkakala
ditiup. Dan hanya ada Allah dan zat-Nya yang tak bernama saat itu.
Sebagaimana dalam terjemahan dari
al-Qashash: 88 yang berbunyi “Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya
kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
Perlu dipahami pula, bahwa yang dimaksud
baqa’ itu ada dua, yaitu baqa’ karena sifatnya sendiri dalam hal ini hanya
milik Allah dan zatnya semata. Dan baqa’ karena disifati yaitu mahluk
ciptaa-Nya. Tapi gampangnya, baqa’ selain allah (Syurga dan Neraka) itu
terbatas waktu yang ditentukan oleh sang Pencipta. Karena secara analogi, pak
tukang kayu yang menciptakan wujudnya kursi dapat seenaknya merusak, membakar
dan meniadakan kursi tersebut sesuai dengan kehendaknya.
Sedangkan menurut Abu Yazid Albustami salah
satu tokoh sufi yang memiliki kesamaan paham manunggaling kaula gusti milik syekh Siti Jenar yang akhirnya di
anut oleh raden Ngabahi Rangga Warsito III, menjelaskan bahwa baqa’ dalam
tasyawuf terdapat pula pada zatnya Allah. Yang mana saat terjadinya penyatuan
zat yang berada pada manusia (Ruh) dengan Tuhan maka zat tersebut akan kekal.
Dalam hal ini baqa diartikan oleh yazid sebagai pengertian (ittihad).
Jadi, selain Allah dan zat-Nya bakal tiada
sesuai kehendak Allah, termasuk syurga dan neraka.
3. al manzilatu bainal manzilatain (Posisi di antara dua
posisi). Bagi saya dasar ini memiliki kebalikan yang berbunyi mampu berdiri
sendiri secara mandiri tanpa intervesni dan pengaruh siapa pun.
Dalam sejarahnya, paham diatas yang dianut
oleh aliran Mu’tazilah ini berkembang pada saat dua posisi. Dan posisi tersebut
pula yang melatar belakangi berdirinya aliran tersebut.
Posisi pertama, kemunculan mu’tazilah
sebagai respon politik murni dengan corak sebagai kaum netral politik,
khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara Ali bin
Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin
Zubair.
Posisi kedua, karena kemunculannya sebagai
respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Mur’jiah
akibat adanya peristiwa tahkim
tentang pemberian status kafir kepada yang berbuat dosa besar. Dan mereka
memasrahkan permasalah dosa tersebut seutuhnya sebagai hak prerogatif Allah
semata.
Lalu, secara harfiah kata Mu’tazilah
berasal dari I’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berarti
juga menjauh atau menjauhkan diri secara teknis. Karena kedua posisi tersebut
pula dasar al manzilatu bainal manzilatain muncul ditengah-tengah kaum
mu’tazilah.
Jadi, paham itu muncul karena konflik
politik dan teologis yang sama-sama tidak menjanjikan kedamaian pada masa itu.
Karena dalam sejarahnya, pada masa berdirinya aliran tersebut konstalasi politik dan aliran teologis
lebih mengarah pada perpecahan Islam dan peperangan atar sesama golongan Islam.
Ya.. meskipun Allah menciptakan semuanya secara berpasang-pasang, tapi aliran
ini tidak ingin terlibat konflik pada pihak pro atau kontra pada massa itu,
yang memberi sumbangsih perpecahan pada Islam.
Mosok wama ramaita idzramaita walakinalloharoma artinya Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)?. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.
BalasHapusGa nyambung
BalasHapusitu salah ayat, an nahl ayat 17 bunyinya gak bgtu, mohon cek dulu sblm posting, karena ini kalamulloh
BalasHapusitu harusnya al Anfal ayat 17,
BalasHapusartinya : " dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah lah yang melempar(Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka)
ya benar... ini baru maksud nya yg betul.. bkn dlm postingan di atas..
HapusAda Aqua?
BalasHapusarti seperti nya bertentangan dengan yg asal nya... mohon semak dahulu sebelum posting...
BalasHapus