Senin, 27 April 2015

Alirannn...Alirannn



Pertanyaannya :
1.      Firman, “wama romaita idz romaita walakinnallaha roma” Bagaimana maknanya ayat tersebut dan kaitkan dengan konsep perbuatan manusia dalam pandangan aliran kalam Qadariyah?
2.      Allah memiliki sifat Baqa’ (kekal) dan disisi lain allah mensifati surga dan neraka juga dengan kekekalan. Lalu dimana letak perbedaan kekekalan tersebut?
3.      Allah menciptakan segala yang ada di bumi dengan berpasang-pasang. Apa kebalikan konsep al manzilatu bainal manzilatain dalam perspektif aliran kalam Mu’tazilah. Lalu jelaskan latar belakang tibulnya dasar tersebut?


Jawabannya :
1.      An nahl ayat 17, berbunyi wama romaita idz romaita walakinnallaha romayang artinya Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)?. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.
     Menurut tafsir ulama’ fiqih, ayat tersebut secara historis menjelaskan tentang ketidak mampuan para patung atau pembuat patung dalam menciptakan/ berkuasa atas segala apa pun. Karena kuasa atas yang Ia ciptakan, itu karena Kuasa-Nya. Bahkan Allah menyebutkan ciptaan-Nya dan meberikan kenikmatan-enikmatan kepada ciptaan-Nya. Maka tidak ada yang serupa dan sebanding dengan-Nya seperti halnya patung-patung sekali pun. Dengan begitu kamu dapat menyadari bahwa yang menciptakan itulah yang berhak untuk sembah/ditaati secara utuh.
     Sedang dalam ajaran sufi/ tasawwuf, ayat tersebut bermakana lain. Terutama jika dilihat dalam kaca mata aliran kalam Qadariyah. Karena mereka menggap bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan, artinya tanpa campur tangan Tuhan. Maka dari itu, menurut saya pemikiran tersebut juga tak sepenuhnya benar. Karena meski bagaimana pun, jika setiap perbuatan manusia dipahami dengan hukum kausalitasnya atau sebab-akibat/asal-muasal Ibnu Sina (seorang tokoh Sufi dan Filsafat islam), jelas pada akhirnya setiap kehendak manusia tergantung kehendak Allah. Seperti halnya kita makan, minum, tidur dan hidup sekali pun. Semua atas kehendak Allah dapat terlaksana.
     Tapi terkadang pandangan mereka ada benarnya juga saat dihadapkan dengan hadis qudsi, “Prasangka Allah tergantung Prasangka hambanya.” Seperti orang yang bunuh diri dengan cara minum racun serangga, menabrakan diri pada kereta api, makan nasi 3 piring, minum satu gallon. Maka tanpa dilihat secara mendalam, secara umum manusia bakal kenyang jika bun uh diri dengan cara tersebut dan bakal kenyang jika makan dan minum secara demikin.
     Jadi bagi saya, intisari ayat dan paham aliran kalam Qodariayah tersebut harus mampu dipahami secara kontekstual kekinian saja. Tergantung dasar kita memandang suatu permasalah yang ada secara syariyah ilimah, syariah otodoks atau tasawuf (sufi).

2.      Bagi Allah, baqa’ adalah sebuah sifat kekekalan yang tiada kefanaan. Karena pada dasarnya, seperti yang telah diintisarikan oleh hadis Qudsi, “sesungguhnya Selain Allah adalah Mahluk.” Begitupun Syuga dan neraka. Selain itu perlu ingat bahwa tiap-tiap sesuatu pasti binasa, baik atom, partikel, jagat raya, surge dan neraka. Itu akan terjadi saat sangkakala ditiup. Dan hanya ada Allah dan zat-Nya yang tak bernama saat itu.
     Sebagaimana dalam terjemahan dari al-Qashash: 88 yang berbunyi “Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
     Perlu dipahami pula, bahwa yang dimaksud baqa’ itu ada dua, yaitu baqa’ karena sifatnya sendiri dalam hal ini hanya milik Allah dan zatnya semata. Dan baqa’ karena disifati yaitu mahluk ciptaa-Nya. Tapi gampangnya, baqa’ selain allah (Syurga dan Neraka) itu terbatas waktu yang ditentukan oleh sang Pencipta. Karena secara analogi, pak tukang kayu yang menciptakan wujudnya kursi dapat seenaknya merusak, membakar dan meniadakan kursi tersebut sesuai dengan kehendaknya.
     Sedangkan menurut Abu Yazid Albustami salah satu tokoh sufi yang memiliki kesamaan paham manunggaling kaula gusti milik syekh Siti Jenar yang akhirnya di anut oleh raden Ngabahi Rangga Warsito III, menjelaskan bahwa baqa’ dalam tasyawuf terdapat pula pada zatnya Allah. Yang mana saat terjadinya penyatuan zat yang berada pada manusia (Ruh) dengan Tuhan maka zat tersebut akan kekal. Dalam hal ini baqa diartikan oleh yazid sebagai pengertian (ittihad).
     Jadi, selain Allah dan zat-Nya bakal tiada sesuai kehendak Allah, termasuk syurga dan neraka.
3.      al manzilatu bainal manzilatain (Posisi di antara dua posisi). Bagi saya dasar ini memiliki kebalikan yang berbunyi mampu berdiri sendiri secara mandiri tanpa intervesni dan pengaruh siapa pun.
     Dalam sejarahnya, paham diatas yang dianut oleh aliran Mu’tazilah ini berkembang pada saat dua posisi. Dan posisi tersebut pula yang melatar belakangi berdirinya aliran tersebut.
     Posisi pertama, kemunculan mu’tazilah sebagai respon politik murni dengan corak sebagai kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair.
     Posisi kedua, karena kemunculannya sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Mur’jiah akibat adanya peristiwa tahkim tentang pemberian status kafir kepada yang berbuat dosa besar. Dan mereka memasrahkan permasalah dosa tersebut seutuhnya sebagai hak prerogatif Allah semata.
     Lalu, secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri secara teknis. Karena kedua posisi tersebut pula dasar al manzilatu bainal manzilatain muncul ditengah-tengah kaum mu’tazilah.
     Jadi, paham itu muncul karena konflik politik dan teologis yang sama-sama tidak menjanjikan kedamaian pada masa itu. Karena dalam sejarahnya, pada masa berdirinya aliran tersebut konstalasi politik dan aliran teologis lebih mengarah pada perpecahan Islam dan peperangan atar sesama golongan Islam. Ya.. meskipun Allah menciptakan semuanya secara berpasang-pasang, tapi aliran ini tidak ingin terlibat konflik pada pihak pro atau kontra pada massa itu, yang memberi sumbangsih perpecahan pada Islam.

7 komentar:

  1. Mosok wama ramaita idzramaita walakinalloharoma artinya Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)?. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.

    BalasHapus
  2. itu salah ayat, an nahl ayat 17 bunyinya gak bgtu, mohon cek dulu sblm posting, karena ini kalamulloh

    BalasHapus
  3. itu harusnya al Anfal ayat 17,
    artinya : " dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah lah yang melempar(Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka)

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya benar... ini baru maksud nya yg betul.. bkn dlm postingan di atas..

      Hapus
  4. arti seperti nya bertentangan dengan yg asal nya... mohon semak dahulu sebelum posting...

    BalasHapus

silahakan tambahakan komentar anda